Soal Massa Demo UU Ciptaker yang Ditahan, KOBAR Makassar Layangkan Tuntutan

waktu baca 4 menit
Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) Makassar.

bukabaca.id. Makassar – Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) Makassar diduga dipersulit dalam melakukan pendampingan hukum terhadap tahanan yang akan diperiksa lebih lanjut oleh tim penyidk, Pukul 20.48 tim menemui bagian Piket di Mapolrestabes Makassar di jalan Ahmad Yani, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sabtu, (10/10/2020)

Atas peristiwa tersebut Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Makassar menyatakan sikap dalam siaran pers.

Pertama, dalam penanganan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law di Makassar kepolisan telah melanggar kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum yang dijamin oleh UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Pihak kepolisan juga melanggar berbagai peraturan internal lembaganya sendiri di antaranya: Peraturan Kapolri (Perkap) No. 9 tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelengaraan Pelayanan, Pengamanan, Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Perkap No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip-Prinsip HAM serta Protap Kapolri nomor 1 Tahun 2010 tentang Penangulangan Anarki.

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, Polri berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia, menghargai asas legalitas,menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan, sebagaimana diatur dalam Perkap No. 9 Tahun 2008 Pasal 13.

Aparat kepolisian dalam menangani perkara penyampaian pendapat di muka umum harus selalu memperhatikan tindakan proporsional dan dapat membedakan antara pelaku yang anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum lainnya yang tidak terlibat pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Perkap No. 9 Tahun 2008 Pasal 23 ayat 1. Olehnya itu terduga pelaku pelanggaran yang ditangkap harus diperlakukan secara manusiawi dan tidak boleh mengalami kekerasan, diseret, dipukul, diinjak, dilecehkan dan sebagainya.

Kedua, Tindakan yang dilakukan Kepolisian Polrestabes Makassar tidak memberikan akses bantuan hukum bagi yang ditangkap, jelas bertentangan dengan KUHAP, melanggar UU 18/2003 tentang Advokat dan UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum, UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU 12/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil Politik. Penghalang-halangan akses bantuan hukum ini diduga kuat, karena mereka yang ditangkap mengalami kekerasan atau penyiksaan saat proses penangkapan maupun di Kantor Polrestabes Makassar.

Ketiga, Kepolisian Polretabes Makassar melakukan kekerasan dan mengabaikan hak-hak anak yang ditangkap. Tindakan kepolisian tersebut telah melanggar ketentuan penangkapan terhadap anak yang diatur dalam Pasal 30, UU Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dimana Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 jam, ditempatkan dalam ruang khusus anak atau LPKS, serta wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.

Selanjutnya dalam Pasal 40 Ayat (1), polisi diwajibkan memberitahukan kepada anak dan orangtua/Wali mengenai hak memperoleh bantuan hukum. Di ayat (2) dalam hal pejabat tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud maka penangkapan terhadap Anak batal demi hukum.

Kepolisian juga bertanggungjawab atas kekerasan fisik terhadap sejumlah anak yang diduga dilakukan oleh anggotanya. Kekerasan fisik terhadap anak melanggar hak anak atas perlindungan dan rasa aman, serta merupakan tindak pidana yang melanggar Pasal 80 dalam Undang-undang Perlindungan Anak.

Keempat, penangkapan yang melebihi waktu 1×24 Jam jelas merupakan perbuatan melawan hukum, sewenang-wenang dan melanggar hak asasi manusia dan dengan tegas telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Untuk itu Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Makassar menuntut:

  1. Komnas HAM RI untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap tindak kekerasan aparat kepolisian kepada massa aksi
  2. Kompolnas untuk memerintahkan Kapolri melakukan evaluasi dan meminta pertanggungjawaban kepada Polda sulsel Karna telah gagal mencegah tindak kekerasan aparat Polda sulsel. Kompolnas harus melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penindakan kepada oknum aparat kepolisian yang melakukan tindak kekerasan kepada mahasiswa dan jurnalis di Makassar.
  3. Kapolri untuk mengevaluasi Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolretabes Makassar yang bertanggung jawab penuh atas tindakan oknum aparat kepolisian yang melakukan segala bentuk tindak kekerasan kepada massa aksi dan warga.
  4. Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolretabes Makassar untuk bertanggungjawab dan menindak tegas dengan melakukan proses hukum secara etik, disiplin dan pidana anggota kepolisian jajarannya yang melakukan kekerasan segala tahapan tindakan tegas Polda Sulsel itu prosesnya harus dilakukan secara terbuka/transparan kepada masyarakat.
  5. Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolretabes Makassar meminta maaf dan bertanggungjawab kepada korban kekerasan oleh aparat kepolisian dengan menanggung segala biaya perawatan medis korban, serta segera membuka akses bantuan hukum terhadap 6 mahasiswa yang ditetapkan tersangka.

Makassar, 10 Oktober 2020

Sumber: KOALISI BANTUAN HUKUM RAKYAT MAKASSAR
PBH PERADI MAKASSAR | PBHI SULSEL | YLBHI LBH MAKASSAR | YLBHM | LBH PERS MAKASSAR |LBH APIK MAKASSAR |PERMAHI | LKBH UNSA | PPHAR | LBH AKS. (Arman Jaya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *