Tinjauan Walhi Sulsel Terhadap Ekosistem Pulau Lantigiang

waktu baca 2 menit

bukabaca.id, Makassar – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan telah melakukan kajian melalui berbagai tinjauan terkait ekosistem Pulau Lantigiang yang sangat penting bagi kawasan Taka Bonerate dan sekitarnya.

Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Staf Advokasi dan Kajian Walhi Sulsel, Slamet Riyadi. Ia menanggapi terkait dugaan kuat adanya transaksi jual beli pulau yang berada di Wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar.

“Pertama, secara konstitusi sudah jelas bahwa pulau di Indonesia tidak dapat diperjual belikan untuk menjadi hak milik bagi orang asing maupun orang Indonesia, ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 soal Peraturan Dasar Pokok Agraria,” jelas Slamet Riadi.

Masih tanggapan dari Slamet, bahwa untuk yang kedua yakni dalam kajian berdasarkan peta zonasi Taman Nasional Taka Bonerate, zona terbagi atas empat.

“Yakni zona inti seluas 8.342 HA, zona perlindungan bahari 21.188 HA, zona khusus seluas 357 HA dan zona pemanfaatan seluas 500.897 HA. Nah Pulau Lantigiang itu berada dalam zona perlindungan bahari,” ungkap Slamet kepada awak media, Selasa (2/2/2021).

Sementara itu, berdasarkan keterangan yang diterima dari KBO Satreskrim Polres Kepulauan Selayar, Iptu Abd Malik diketahui bahwa lahan yang dibeli oleh Asdianti dari Syamsu Alam yakni seluas 7.4 Ha.

“Benar dalam suket jual beli tertulis bahwa tanah di Pulau Lantigian namun dalam surat jual beli tersebut tertulis dengan Luas 7.3 Ha,” beber Iptu Abd Malik.

Lebih lanjut, Staf Advokasi Walhi juga mengatakan bahwa terkait hasil kajian ketiga itu berdasarkan aspek lingkungan.

“Karena Pulau Lantigian itu berada dalam zona perlindungan bahari, maka otomatis ekosistem sekitar pulau ini  memiliki jasa lingkungan yang penting bagi kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. Terlebih lagi jika melihat posisi Pulau tersebut itu cuman sekitar 11,5 mil sampai 15 mil dari zona inti kawasan,” jelas Slamet.

“Maka tentu tentunya dengan beberapa pertimbangan tadi, akan sangat membahayakan bagi ekosistem perairan sekitar kawasan Taka Bonerate, terlebih lagi jika nantinya ada bentuk-bentuk pembangunan yang tidak mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan sekitar kawasan,” tambahnya.

Dengan demikian, pihak Walhi Sulsel sendiri akan mengajak dari berbagai pihak untuk memberikan perhatian khusus terhadap keberlanjutan kasus tersebut.

“Kasus ini dari aspek keberlanjutan lingkungan hidup harus menjadi perhatian serius semua pihak, baik pengelolah kawasan, Kepolisian, Bupati dan Gubernur Sulawesi Selatan,” tutup Slamet Riadi.(Arman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *