Blak-blakan Ibu Rumah Tangga di Maros Bongkar Praktik Mafia Tanah

waktu baca 3 menit

bukabaca.id, Maros – Pencegahan mafia tanah bukan hanya tugas penegak hukum. Peran serta masyarakat pun amat dibutuhkan.

Adalah Ayu Wahyuni, ibu rumah tangga (IRT) warga Kelurahan Hasanuddin, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, akan membeberkan sengketa dan konflik pertanahan di Maros yang merupakan salah satu tugas utama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

IRT dengan tiga orang anak ini mengaku, daerahnya di Maros bukan rahasia umum lagi soal sengketa dan konflik pertanahan yang terjadi melibatkan masyarakat dengan masyarakat, dengan badan hukum/perusahaan, dan bahkan masyarakat dengan instansi pemerintah.

“Saya sangat berharap adanya penertiban yang berkeadilan dan berkepastian hukum oleh satgas mafia tanah yang diprakarsai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Polri. Karena di Kabupaten Maros praktik oknum-oknum mafia tanah sudah merusak tatanan birokrasi pemerintahan. Mulai dari level desa hingga Dispenda melakukan praktik pungutan liar (pungli),” kata Ayu Wahyuni, Senin (1/3/2021).

Ayu mengaku kaget dan tidak bisa menerima dengan akal sehat ketika hak tanah keluarganya, yaitu Haji Marang, seluas 6.000 meter persegi bidang tanah yang akan dajukan permohonan hak atas tanah penguasaan fisik selama puluhan tahun, sejak 1997, dan hingga kini taat dan patuh membayar pajak bumi bangunan (PBB).

Malah, mendadak sudah laku terjual oleh oknum mafia tanah. Parahnya, Dispenda Maros seakan tutup mata dengan perihal tersebut.

“Memang aneh tapi nyata, Haji Marang beserta anak kandungnya tak pernah jual sama sekali kepada siapa pun. Dan ia menghuni sudah lama beserta anak dan isterinya akan meningkatkan status tanahnya agar bersertipikat. Malah tersandung masalah sengketa dengan mafia tanah oleh pengembang kawasan dari PT Graha Cemerlang dan PT Giarto atau Ronald Bos Gudang 88,” beber Ayu.

“Anehnya lagi sudah masuk dalam area peta blok pengembangan, padahal jauh sebelum wilayah Ma’rumpa dikembangkan sebagai kawasan pemukiman dan pergudangan, Haji Marang itu sudah menduduki bidang tanah itu puluhan tahun di Desa Ma’rumpa, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros,” sambung Ayu.

Diketahui, Kementerian Agraria Tata Ruang terus memperbaiki sistem yang ada di kementerian, melanjutkan sertifikasi tanah, perbaiki pelayanan, dan memerangi mafia tanah sehingga tujuan akhirnya, adalah ada kepastian hukum dalam kepemilikan tanah.

PPAT dan Masyarakat akan Dilibatkan Perangi Mafia Tanah

Sementara itu Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil berencana melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam upaya memerangi mafia tanah di Indonesia.

Menurutnya, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan salah satu profesi yang selama ini turut membantu dan melayani masyarakat dalam bidang pertanahan. Dan masyarakat pun demikian akan diajak berperan aktif memerangi praktek mafia tanah.

“Pemerintah saat ini berkomitmen memerangi mafia tanah, dan peran masyarakat serta PPAT diperlukan dalam memerangi mafia tanah karena merugikan masyarakat, dan negara.

“Mafia tanah merupakan penjahat yang ingin menguasai tanah rakyat dengan cara-cara yang tidak benar,” kata Sofyan melalui situs resmi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *