Jalan Kuning

waktu baca 4 menit
Sumber foto: Andi Petualang

JALAN lumpur kuning dan genangan air rasanya tidak berhenti jadi masalah utama di Kabupaten Paser Kaltim. Ada yang sudah berdamai, ada juga yang belum ikhlas masih mengutuk. Perbaikan jalan menjadi janji manis saat kampanye. Kalau pun berhasil jarang jalan yang berubah menjadi lebih baik.

Secara tanggung jawab ini ranah pemerintah, dengan segala dana yang diambil dari masyarakat melalui pajak dan lainnya. Namun, nyatanya masalah jalan ini memang rumit karena ada jalan yang berstatus jalan negara, jalan provinsi, jalan kabupaten, dan jalan desa. Untuk jalan gang di desa tidak usah khawatir bisa dianggarkan melalui dana desa yang di kelola kepala desa. Tentu dengan melalui prosedur yang ada.

Pembangunan jalan harus sesuai undang-undang status jalan, tidak boleh nantinya jalan negara dibuat oleh kabupaten. Penyelenggaranya akan jadi temuan dan bisa dipenjara. Ini pahitnya.

Yang sering menjadi keluhan adalah jalan provinsi dan jalan kabupaten. Saling menunjuk dan saling menagih, apalagi sekarang. Anggaran seperti jalan ini pasti sudah dialihkan untuk penanganan Pandemi. Karena dinilai lebih darurat.

Bukan hanya karena status jalan, biaya pembuatan jalan tidak murah. Misalkan harga pembuatan jalan 1 kilometer adalah Rp1 miliar, bayangkan jika jalan rusak di Paser sekitar 100 km maka kita membutuhkan Rp100 miliar untuk itu. Sedangkan anggaran APBD kita sekitar Rp2 triliun per tahun. Untuk Infrastruktur dianggarkan 10-20% jadi ada Rp100-200 miliar seperempatnya mungkin jadi jalan, sekolah, rumah ibadah, dan pembangunan fasilitas umum lainnya. Misalkan anggaran hanya Rp50 miliar, maka 50 km yang bisa di buat setiap tahunnya, jadi kalau 5 tahun menjabat sekiranya bisa 250 km jalanan baru. Itupun kalau jalan lain tidak rusak atau anggarannya tidak di sunat sana-sini.

Jalan yang terus rusak juga jadi masalah. Entah karena kontur jalan yang tidak stabil, entah karena banyak mobil yang bermuatan melebihi kapasitas melintas bahkan mungkin juga ketika membuat jalan spesifikasi dan standar tidak terpenuhi karena di korupsi. Saya tidak berani menentukan. Biar Allah ta’ala saja nanti yang permalukan.

Melalui pengetahuan saya yang pernah kuliah teknik sipil serta masuk laboratorium jalan raya untuk mengaduk-aduk aspal, hasil diskusi dengan orang pemerintah, pemborong dan anggota DPRD. Ada sedikit usulan.

Seandainya saya jadi Bupati setidaknya ada tiga langkah yang akan saya uji, untuk menuntaskan masalah jalan ini.

Pertama, saya akan membuat check point timbang angkutan untuk menertibkan angkutan yang melebihi kapasitas. Karena sejauh ini yang paling berpotensi merusak jalanan adalah angkutan berlebihan. Yang menyelenggarakan Dishub diperbantukan TNI dan Polisi setempat agar lebih tertib. Sering saya temui di hampir setiap kabupaten di Sulsel. Denda atau biaya kelebihan muatan tadi dikembalikan untuk pembuatan jalan.

Para pak sopir yang terhormat, jangan tersinggung yah kita cari jalan terbaik dulu agar jalanan tidak cepat rusak.

Kedua, saya akan mengumpulkan seluruh perusahaan yang beroperasi di paser dengan omset tertentu, untuk mengingatkan mereka agar berkontribusi aktif untuk Paser. Jangan hanya mengambil terus, Setelah habis hanya sisa lubang maut.

Jangan sampai kita kena kutukan SDA yang disampaikan Pak Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya Blessed to Cursed.

Dana CSR perusahaan ini fokuskan untuk jalan dan perbaikannya. Tentu dengan anggaran dan regulasi yang tidak saling merugikan.

Ketiga, saya akan menyurati kampus-kampus terbaik di Indonesia yang telah memiliki teknologi pembuatan jalan raya yang teruji. Semoga ada hasil riset yang dapat membantu pembuatan jalan jadi lebih murah dan kuat. Jangan sampai limbah cangkang sawit bisa dijadikan komponen pembuatan jalan yang efisien sehingga menurunkan biaya pembuatan jalan dari yang Rp1 miliar menjadi Rp100 juta saja untuk 1 km. Dan riset-riset lainnya yang bisa diterapkan. Dengan harapan nantinya dengan anggaran yang sama bisa memuluskan jalan dari 100 km menjadi 1.000 km.

Memang agak sulit, tapi ini amanah yang akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat.

Sayangnya saya bukan bupati, jadi ketiga saran ini saya jadikan usulan untuk Pak Bupati yang terhormat dan seluruh komponennya untuk membenahi salah satu masalah Jalan Kuning Paser-ku tercinta ini. (*)

Seftian Chow
Penulis Buku Rahasia Umum
Ketua Osis SMAN 1 Long Ikis 2007-2008

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *