Ekoliterasi dan Upaya Penyadaran Pemuda

waktu baca 4 menit

bukabaca.id, – Sampah selalu menjadi momok. Keberadaannya selalu menakutkan dan menjadi masalah. Hingga saat ini, belum ditemukan solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan sampah secara serius.

Sepertinya, sangat lumrah jika menemukan sampah di pinggir jalan. Apakah hal tersebut dikarenakan warga sekitar yang belum memiliki kesadaran ataukah ulah pengendara yang melintas, membuang sampah begitu saja?

Seringkali dijumpai tempat pembuangan sampah yang dibentuk secara “alami” oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Padahal, di lokasi tersebut tertulis dengan jelas,  “Dilarang Membuang Sampah di Sepanjang Jalan ini” atau “Yang Buang Sampah Disini Adalah Anjing”.

Namun, masih  ada manusia-manusia yang sudah pasrah disebut anjing. Paling parah, Jalan Butta Mammu, akses yang menghubungkan Mandai dan Sudiang, tumpukan sampah sudah menjalar ke jalanan. Parah!

Tak hanya di lokasi-lokasi seperti itu, ruang publik pun bersoal terkait sampah ini. Seperti waktu saya berkunjung ke salah satu tempat wisata di Tala-tala, Maros. Sampah berserakah di celah pepohonan pinus, di tanah lapang  tempat pengunjung berswafoto ria. Padahal, di lokasi itu telah disediakan tempat pembuangan sampah dilengkapi papan-papan peringatan di sudut-sudut lokasi.

Begitupun di Pantai Kuri, keberadaan tempat sampah seperti mantan yang diacuhkan. Papan-papan peringatan yang bernilai seni disulap tanpa nilai oleh pengunjung yang tidak memiliki kesadaran.

Soal sampah memang tak ada habisnya. Pemerintah pun kewalahan menyadarkan para manusia-manusia ini. Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton pertahun. Padahal, berbagai kebijakan telah dikeluarkan, seperti UU nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, PP nomor 81 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga, PP nomor 27 tahun 2020 tentang pengelolaan sampah spesifik, peraturan presiden nomor 97 tahun 2017  tentang jakstranas dan  permen LHK nomor 75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan  oleh produsen.

Aturan perundang-undangan bernasib sama dengan papan-papan peringatan di lokasi pembuangan sampah “alami” dan di tempat-tempat wisata. Diacuhkan.

Bagi saya, permasalahannya terletak pada kurangnya edukasi yang berdampak pada kesadaran mengenai sampah, dari dampak hingga pengelolaannya. Selain itu, pemerintah setempat melalui stakeholder terkait, belum memiliki langkah real dalam upaya penyadaran terhadap persoalan yang telah terjadi.

Sosialisasi mengenai dampak dan pengelolaan sampah hanya menjadi kegiatan seremonial belaka. Program yang diajukan belum berdampak secara langsung terhadap para pembuang sampah sembarangan.

Hanya saja, ketidakmampuan pemerintah memberikan penyadaran, bagi saya, bukan kesalahan mutlak. Memang diperlukan kerjasama menyeluruh dari berbagai pihak untuk mengatasi persoalan sampah ini. Terutama kalangan pemuda.

Pemuda Bisa Apa?

Pemuda seharusnya bergerak nyata dalam mengatasi persoalan sampah.  salah satunya dengan merancang program gotong royong atasi dampak sampah. Hal ini sudah sering dilakukan oleh pemuda namun hanya di tempat-tempat tertentu, di lokasi wisata.

Pemuda harus turun langsung ke pemukiman masyarakat, memberikan edukasi hingga penyadaran. Mengadakan pertemuan bersama warga kelurahan atau desa, minimal sekali dalam sebulan sekaligus melakukan aksi bersih lingkungan.

Pemuda menjadi volunteer lingkungan. Mengkampanyekan cinta lingkungan melalui baju kaos. Saatnya, distributor outlet (Distro) dipenuhi oleh desain kreatif anak muda yang bermuara pada kesadaran mencintai lingkungan dan memberantas sampah sekitar.

Pemuda juga dapat mengupayakan literasi hijau terhadap sebayanya. Mengupayakan informasi yang relevan terkait lingkungan agar pemuda semakin melek literasi tentang lingkungan. Sebab, kesadaran dapat digugah dari literasi yang disajikan.

Konsep literasi hijau, atau yang kerap disebut ekoliterasi merupakan upaya membangun kesadaran pemuda dalam mencintai lingkungan. Hal ini dapat dimulai dari kelompok-kelompok kecil, dan mengatasi persoalan sampah di titik-titik riskan, di Tala-tala Maros atau di Pantai Kuri.

Pemuda jangan berpangku tangan dan menyesal apalagi mengutuk kerusakan. Melainkan, terlibat langsung melakukan langkah pencegahan. Tidak ada kata terlambat.

Nah… dari itu Forum Pemuda Milenial hadir sebagai solusi dan berusaha merangkul pemuda dalam mengembangkan dan mendengungkan konsep ekoliterasi sebagai salah satu upaya melakukan penyadaran terhadap pemuda.

Di Forum Pemuda Milenial, kerap diadakan diskusi mengenai sampah yang merusak lingkungan serta upaya menyadarkan pemuda. Inilah gotong royong menyelamatkan lingkungan dari sampah.

Sebelum mengakhiri, sedikit mengenai dampak negatif dari kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Pada tahun 2019 silam, ditemukannya seekor paus terdampar di pantai Filipina dengan hampir 40 kg sampah di perutnya, ikan duyung di Thailand mati karena perutnya infeksi dan bernanah akibat telan sampah plastik, rusa di Thailand mati dengan perut berisi 7 kg sampah plastik dan penyu yang sering menjadi salah satu korban akibat sampah plastik di laut.

Jangan sampai pemuda mati rasa lantaran sampah menggumpal di samping rumahnya. Jangan!

Penulis: Muzakkar (Pengurus Forum Pemuda Milenial)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *