Polusi Udara Membayang-bayangi Kota Makassar
Bukabaca.id – Polusi udara menjadi topik riskan yang membayang-bayangi Kota Makassar sebagai salah satu kota metropolitan, sekaligus menjadi ibu kota provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah sekitar 175,8 km², besarnya luasan wilayah menjadikannya sebagai kota terbesar ke-4 di Indonesia sekaligus terbesar di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan jumlah penduduk sekitar 1.470.261 jiwa.
Banyaknya jumlah penduduk selalu sebanding dengan peningkatan jumlah kendaraan, yang diamana ketika kita melihat data yang dikeluarkan oleh Polda Sulsel per tanggal 23 februari 2024 menyatakan bahwa jumlah kendaraan yang ada di kota Makassar sudah mencapai 1.997.704 unit kendaraan, sehingga meningkatnya jumlah kendaraan akan menimbulkan beberapa titik macet di kota Makassar dan akan berpotensi memperparah polusi udara yang ada.
Tingginya populasi kendaraan merupakan fenomena yang tak terhindarkan di era modern ini. Seiring dengan pertumbuhan populasi manusia dan perkembangan ekonomi, jumlah kendaraan bermotor di jalan terus bertambah. Namun, dampaknya terhadap kualitas udara sangatlah signifikan. WRI Indonesia mengungkapkan bahwa sekitar 40%-60% polusi udara dihasilkan dari kendaraan dan lebih dari 20% berasal dari emisi yang dihasilkan oleh industri.
Salah satu dampak utama dari tingginya populasi kendaraan adalah polusi udara. Gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan, seperti karbon monoksida, nitrogen oksida, dan partikulat, dapat mencemari udara dan membahayakan kesehatan manusia. Polusi udara ini dapat menyebabkan masalah pernapasan, seperti asma dan bronkitis, serta meningkatkan risiko terkena penyakit jantung dan kanker.
Selain itu, tingginya populasi kendaraan juga berkontribusi pada pemanasan global. Gas rumah kaca yang dihasilkan oleh kendaraan, seperti karbon dioksida, menyebabkan peningkatan suhu global dan perubahan iklim yang tidak terkendali. Hal ini dapat berdampak pada keseimbangan ekosistem dan menyebabkan bencana alam yang lebih sering terjadi.
Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk akan beriringan juga dengan besarnya luasan lahan yang akan digunakan, sehingga hal ini akan mengurangi beberapa wilayah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang akan digantikan dengan bangunan industri, sehingga hal ini mampu menyumbang angka penurunan kualitas udara yang ada di kota Makassar.
Ruang terbuka hijau (RTH) di kota Makassar menjadi sasaran kritik yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu kritik utama adalah kurangnya perencanaan yang matang dalam pengelolaan RTH, yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan kehilangan fungsi ekologis. Penambahan bangunan dan infrastruktur telah mengurangi luasnya, mengancam keberlanjutan ekosistem kota.
Salah satu masalah yang muncul adalah terganggunya keseimbangan ekosistem dan kehilangan biodiversitas. Penanaman spesies tanaman yang tidak sesuai atau penebangan yang digantikan bangunan mengancam keberadaan flora dan fauna asli. Selain itu, pembuangan sampah yang tidak terkelola dengan baik menyebabkan pencemaran lingkungan dan berdampak negatif pada kesehatan masyarakat.
Perlu kita ketahui bersama bahwa, jika kualitas udara semakin turun maka secara otomatis ini dapat berpengaruh terhadap kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Pasalnya, emisi yang dihasilkan dari kendaraan dan industri mengandung berbagai zat beracun yang menyebabkan gejala kekurangan oksigen, sesak nafas, mengurangi daya ingat dan merusak jaringan pernapasan. Selain itu, polusi yang ada dikota Makassar juga mengandung hidrokarbon, timbal, dan sulfur oksida, zat ini dapat merusak jaringan lemak, fungsi hati, menurunkan IQ anak, melumpuhkan saraf pernafasan, merusak otak, menganggu usus halus, serta menganggu pembentukan tulang pada anak balita dan anak-anak.
Melihat bagaimana dampak-dampak yang akan dihasilkan dari rusaknya kualitas udara, maka pemerintah Kota Makassar seharusnya lebih memperhatikan dan mampu memberikan solusi atas persoalan-persoalan yang ada, sehingga ini tidak akan berdampak parah terhadap masyarakat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan membatasi jumlah kendaraan dan kemudahan masyarakat dalam membelinya, sebab kepadatan kendaraan yang ada tidak diimbangi dengan rasio pertambahan panjang dan luas jalan. Selain itu, pemerintah kota Makassar harus membuat aturan yang ketat dalam pembangunan untuk mencegah Makassar menjadi hutan beton, sehingga harus adanya peningkatan luasan ruang terbuka hijau (RTH), yang dimana ini mampu menyerap polutan udara.
Diperkirakan setiap 1 pohon mampu menyerap karbon dioksida sebanyak 28 ton pertahunnya, dan hal ini pun telah dijelaskan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mengatur minimal ruang terbuka hijau sebesar 30% dari luas wilayahnya dan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2014. Sehingga beberapa hal tersebuti semestinya dilakukan oleh pemerintah agar Makassar tidak menjadi kota berpolusi tertinggi di Indonesia bahkan di Dunia.(*)
Penulis: Muhammad Rafly (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Makassar)