Ruwet Penyaluran Bansos Covid-19, Tidak Tepat Sasaran karena Data

waktu baca 3 menit
Ketua BINPRO , Harianto Syam

bukabaca.id – Pemerintah telah menjanjikan warga terdampak pandemi Covid-19 bakal menerima bantuan sosial atau bansos.

Tambahan belanja dalam APBN 2020 mencapai Rp405,1 triliun untuk dialokasikan belanja bidang kesehatan, perlindungan sosial, insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), serta untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Namun, dari dua bulan penyalurannya (April-Mei) tahun 2020, banyak masalah yang timbul. Terutama pada penyaluran Bantuan Langsung Tunai dari Dana Desa (BLT-DD) yang berujung adanya dugaan penyalahgunaan bantuan-bantuan sosial lainnya seperti PKH, BPNT, dan lain-lain.

Tidak hanya itu, tidak sedikit Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mendapatkan pembodohan dari pelaksana. Punya kartu BPNT, namun tidak pernah menikmati manfaatnya.

Masalah mulai terlihat dari adanya penerima yang mendapatkan bansos hanya satu kali hingga awal Juni ini. Pencairan bansos yang terhambat verifikasi data oleh pemerintah daerah, hingga distribusi yang salah sasaran.

Selain itu, terindikasi pendataan dilakukan berdasarkan hubungan keluarga, kepentingan politik hingga dugaan-dugaan penyelewengan anggaran bantuan. Masih bagus bila data itu dimutakhirkan. Banyak ditemukan penyaluran bantuan hanya menggunakan data lama dari dinas sosial dan itupun tidak ada langkah verifikasi.

Hal ini diungkapkan Ketua Badan Investigasi Nasional Lidik Pro (Binpro), Harianto Syam, usai mengikuti rapat persiapan deklarasi Lidik Pro di Sulawesi Selatan pada Rabu (3/6/2020).

“Sejak direalisasikan dan disalurkannya bantuan-bantuan sosial khusus masyarakat terdampak Covid-19, Setiap hari Kami menerima keluhan dari masyarakat terkait dengan bantuan sosial seperti BLT, BST, BPNT, PKH hingga bantuan-bantuan sembako dari pusat. Selain itu mereka mengeluhkan soal pendataan, mereka menunggu didata namun pendata tak kunjung datang, verifikator pun tidak ditemukan di lapangan dan parahnya tiba-tiba saja muncul kabar penyaluran bantuan,” jelas Anto.

Bantuan sosial tidak tepat sasaran karena data

Bantuan Sosial Tidak Tepat Sasaran karena Data
Pengurus Lidik Pro ini juga menyebutkan bahwa pihaknya masih terus menampung keluhan-keluhan masyarakat yang masuk ke lembaganya. Pada umumnya keluhan dan laporan itu berkaitan dengan data.

Kecemburuan sosial marak terjadi akibat pendataan terhadap masyarakat penerima manfaat tidak dilakukan secara profesional dan objektif. Menimbulkan keresahan di tengah-tengah lingkungan masyarakat dan menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahnya.

“Sesuai yang dijanjikan pemerintah, warga semestinya sudah tiga kali menerima bansos (April-Juni), atau paling tidak dua kali (April-Mei),” tutur Anto.

Dengan dukungan anggaran yang besar, alih-alih berjalan lancar, distribusi bansos dirasakan seret. Salah satu sebabnya, tiap bansos didistribusikan oleh kementerian dan pemerintah daerah yang menyediakan. Tak ada kepaduan dalam jadwal distribusinya.

Nama penerima bantuan pun baru diketahui perangkat desa dan RT/RW saat bansos didistribusikan. Situasi ini mempersulit perangkat desa dan RT/RW untuk mengantisipasi distribusi bansos yang tidak tepat sasaran.

Dengan dukungan anggaran yang melimpah, bansos bagi warga terdampak pandemi Covid-19 belum berjalan semestinya. Data penerima bantuan serta pendistribusiannya perlu dibenahi agar bansos kian tepat sasaran. (Riswan/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *