Adik Komisioner KPU Selayar Tersangka, Penggiat Anti Korupsi Djusman AR Buka Suara
BukaBaca.ID, Kepulauan Selayar – Komisioner KPU Kepulauan Selayar, Mansur Sihadji, S.H, menggelar konferensi pers di Warkop Klasik, jalan Emmy Saelan, Benteng, Kepulauan Selayar, Sulsel. Dalam pernyataannya, ia menyoroti penahanan adiknya, AS, yang masih aktif menjabat sebagai Kepala Desa Bonea.
AS ditahan atas dugaan tindak pidana korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2022–2023, dengan nilai kerugian Rp 357.722.613,32.
Saat ini, AS mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas II B Selayar sejak Kamis, 6 Februari 2025.
Mansur, yang didampingi rekannya Andi Nomang, menegaskan bahwa penetapan AS sebagai tersangka adalah bagian dari proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Negeri Selayar.
Menurutnya, langkah ini masih berada dalam koridor hukum yang berlaku. Namun, ia mempertanyakan apakah penahanan adalah langkah yang paling tepat dalam kasus ini.
Desakan Pemeriksaan Kades Lain yang Sudah Terbit LHP-nya
Mansur menilai proses hukum terhadap AS merupakan langkah awal yang seharusnya diikuti dengan pemeriksaan terhadap kepala desa lain yang memiliki kasus serupa.
Ia menyoroti bahwa banyak kepala desa di Kepulauan Selayar yang sudah memiliki Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) seperti Inspektorat, tetapi hingga kini belum ditindaklanjuti secara hukum.
“Jika saudara saya ditetapkan sebagai tersangka, maka saya mendesak agar semua kepala desa yang sudah memiliki LHP dari Inspektorat segera diproses oleh Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar. Ini demi penegakan hukum yang adil dan tidak tebang pilih,” tegasnya.
Pengembalian Kerugian Negara dan Keabsahan Audit
Mansur juga menyoroti bahwa AS telah mengembalikan seluruh kerugian negara sebesar Rp 357.722.613,32 sesuai arahan Kejaksaan setelah proses pemanggilan dan pemeriksaan. Namun, ia mempertanyakan alat bukti yang digunakan dalam penetapan tersangka.
Menurutnya, dalam prosedur hukum, audit yang digunakan sebagai dasar penetapan tersangka seharusnya berasal dari lembaga berwenang seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), atau Inspektorat.
Ia mempertanyakan sumber audit yang dijadikan dasar oleh Kejaksaan dalam kasus AS.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa dana yang dikembalikan AS bukanlah hasil tindak pidana korupsi, melainkan pinjaman pribadi dari dirinya sebagai bentuk dukungan terhadap proses hukum yang berlandaskan semangat restorative justice.
Tanggapan Koordinator KMAK Sulselbar
Menanggapi pernyataan Mansur, Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Djusman AR, menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana korupsi. Hal ini sudah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
“Pengembalian uang tidak serta-merta membebaskan tersangka dari jerat hukum. Pertimbangan penahanan bukan hanya hak subjektif, tetapi juga objektif demi kelancaran penyidikan,” jelas Djusman.
Ia juga menyoroti waktu pengembalian uang. Jika dilakukan setelah status tersangka ditetapkan, maka pengembalian itu bisa dianggap sebagai pengakuan atas penyalahgunaan kewenangan.
Pentingnya Penahanan untuk Kepastian Hukum
Lebih lanjut, Djusman menegaskan bahwa penahanan AS merupakan langkah tegas Kejari Selayar untuk mempercepat proses hukum. Menurutnya, penahanan memiliki batas waktu tertentu sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Jika masa penahanan melebihi batas yang ditentukan, tersangka bisa mengajukan praperadilan. Ini justru menguntungkan tersangka karena memastikan kasusnya tidak berlarut-larut dan segera mendapatkan kepastian hukum di Pengadilan Tipikor,” pungkasnya. (M. Daeng Siudjung Nyulle)
![Avatar photo](https://www.bukabaca.id/wp-content/uploads/2021/04/cropped-cropped-cropped-LOGO-BUKABACA1-e1619191726145-24x24.png)