Beli Lahan di Atas Pulau Lantigiang, Asdianti Sebut Ingin Membuat Resort Water Bungalow

waktu baca 3 menit

bukabaca.id, Kepulauan Selayar – Sebelumnya telah diterbitkan terkait kabar yang kini viral dan tengah diperbincangkan hingga sejagat raya mengenai penjualan pulau Lantigiang oleh Asdianti Baso yang merupakan warga Kepulauan Selayar, Desa Laiyolo, kecamatan Bontosikuyu, Kabupaten Kepulauan Selayar.

Menurut sepengakuan Asdianti, dirinya tidak pernah merasa membeli pulau, melainkan hanya membeli lahan di atas pulau. Ia pun juga membeberkan terkait apa yang menjadi alasan yang membuat dirinya memutuskan untuk membeli lahan di pulau Lantigiang.

“Saya tahu bahwa kawasan Taka Bonerate itu adalah kawasan atol. Salah satu kawasan atol terbesar di Asia. Jadi selama ini masyarakat tidak mengerti, kalau pulau kan tidak bisa ngomong. Yang ngomong itu orang, kalau there are something beautiful there,” ungkap Dian sapaan akrabnya.

Bahkan menurut Dian, daerah pulau Lantigiang tersebut memiliki potensi yang sangat besar, tetapi banyak mata yang tertutup. Seharusnya kata dia, sebagai investor ia harus didukung, yang mau membuka Selayar. Mau membuka lapangan kerja. Namun, kenyataan terjadi saat ini sangat bertolak belakang dengan apa yang ia harapkan sebelumnya.

Asdianti menuturkan bahwa dirinya telah memberikan panjar atas lahan yang ia beli sebesar Rp10 juta, dari harga Rp900 juta. Ia hanya memberikan panjar dulu, karena ia mengetahui bahwa sertifikat bukan hak milik karena lahan berada dalam kawasan nasional.

“Baru panjar, karena nanti kalau izin-izin sudah keluar, surat pengelolaan sudah keluar, nanti semuanya saya bayar lunas. Itu perjanjian dari awal. Buktinya kalau saya bayar sekarang, banyak masalah,” jelasnya.

“Luas pulau itu 7 hektar. Yang saya beli lahannya 4 hektar. Karena saya tahu kalau pulau itu, 30% untuk publik, dan 70% untuk bisa dikelola. Seperti pulau di Plores, kan itu masuk dalam kawasan nasional,” jelasnya.

Pada tahun 2017 lalu, Asdianti mengaku telah berkunjung ke Balai untuk melakukan konsultasi. Bahkan pihak Balai pun memperkenalkan bahwa pulau Lantigiang itu masuk dalam zona pemanfaatan, hal itulah yang membuat ia tertarik hingga melakukan pengurusan surat-surat kelanjutannya. Namun yang membuat ia bingung adalah mengapa sekarang malah dipermasalahkan, setelah permohonan masuk ke balai.

Pemanfaatan Sarana Wisata Alam

Rencananya, Dian akan membuat sarana wisata alam di lokasi lahan yang ada di pulau Lantigiang tersebut. Menurut Asdianti, pihaknya ingin membuat Resort Water Bungalow pada lahan di Pulau Lantingiang yang terinspirasi dari Maldives, dari Misool Raja Ampat, dari Kadidiri Island.

“Bungalow yang di atas air, (inspirasinya) dari Maldives, dari Misool Raja Ampat, dari Kadidiri Island. Saya kan suka diving, dan disana (Pulau Lantingiang red.) spot divingnya banyak,” ungkapnya.

Terkait dengan kekuatiran dari sejumlah pihak akan adanya kerusakan ekosistem sebagai akibat dari pengelolan Pulau Lantingiang, Asdianti menyatakan, jika hal tersebut adalah persepsi yang keliru.

“Kita tidak akan merusak ekosistem, justru kita itu akan menjaga dan memperindah ekosistem di sana, biar wisatawan itu datang,” jelasnya.

Asdianti menyebutkan bahwa rencana ini merupakan proyek jangka panjang, sehingga tidak bisa dilakukan dengan cepat. Terlebih Pulau Lantingiang tidak dilengkapi infrastruktur yang memadai, seperti air bersih dan listrik.

“Dari Selayar kesana naik kapal ikan 4 jam, PP (pulang pergi) itu 8 jam. Jadi itu butuh waktu proses yang lama,” pungkasnya.(Dev/Dev)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *