Blak-blakan Ketua PPP Maros Diperiksa KPK terkait Kasus Nurdin Abdullah

waktu baca 2 menit
Muhammad Hasmin Bakoa.

bukabaca.id, Maros – Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Maros), Muhammad Hasmin Bakoa, menceritakan tentang dirinya saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia terhitung sebagai saksi mata dalam kasus yang menimpa Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif, Nurdin Abdullah.

Saat wawancara khusus dengan bukabaca.id, Anggota DPRD Maros itu menirukan saat dirinya dimintai keterangan. Ia mengaku membawa berkas kepemilikan surat akta tanah dan setelah itu dibuatkan surat pernyataan bahwa dirinya telah memberikan ke KPK surat berkas tersebut kemudian dikirim langsung ke Jakarta guna penyelidikan lebih lanjut.

“Sebetulnya kewenangan saya di lahan itu hanya sebatas perantara, saya diinfokan oleh Bapak Camat Tompobulu kalau ada tanah yang mau dijual murah dan akhirnya Pak Gubernur memberi saya arahan untuk membayar tanah itu,” kata Hasmin, Kamis (24/6/2021).

“Nah, jadi saya dipanggil KPK untuk pemeriksaan karena saya yang membayar tanah itu, tapi kalau untuk sumber dananya setahu saya itu uang pribadi beliau karena saya terima dirumahnya langsung saat itu,” tambah alumnus STMIK Dipanegara Makassar ini.

Dikabarkan sebanyak 54 orang telah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi, 10 orang di antaranya hingga kini masih dijadwalkan ulang pemanggilannya. Sementara, 11 orang lainnya sejauh ini belum diketahui apakah bersiap untuk hadir atau tidak guna pemeriksaan, mengingat hasil riksanya belum keluar.

Sebanyak 10 nama yang mangkir dan akan dijadwalkan ulang pemanggilannya yakni, Siti Mutia (swasta), Eka Novianti (swasta), Abdul Rahman (swasta), Muhammad Fahmi (swasta), Idham Kadir (Kabiro Umum Setda Sulsel), Idawati (swasta), Liestiaty Fachruddin (dosen/istri Nurdin Abdullah), La Ode Darwin (swasta), Arief Satriawan (konsultan), dan Muhammad Nusran (dosen).

Sebanyak 11 orang belum diketahui apakah hadir atau tidak dalam pemeriksaan yakni Nurhidayah (mahasiswa), Salim AR (mantan Pejabat Pemprov Sulsel), NG Swi Piu (wiraswasta), Astiah Halmad (swasta), dan Lily Dewi Candinegara SS (swasta).

Lalu Yusuf Rombe Passarrin (swasta), Hendrik Tjuandi (swasta), M Natsir Kadir (wiraswasta), M Tasrif Mursalim (PNS), dan Junaedi Bakri (PNS).

Dari 75 nama yang dipanggil sebagai saksi, 27 wiraswasta, 19 Pegawai Swasta, 8 pejabat pemerintahan, 8 Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Lalu 2 pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), 2 mantan pejabat, 2 pegawai Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulselbar, 2 dosen, 1 mahasiswa, 1 anggota DPRD, 1 IRT, 1 konsultan dan 1 ajudan pribadi.

“Awalnya Pak Gubernur hanya ingin membeli tanah seluas 10 hektare, dipatok dengan harga Rp15.000 per meter. Dalam kurun waktu dua tahun beliau telah membeli tanah sebanyak 25 hektare,” ucap pria kelahiran Makassar, 5 Februari 1979 ini.

Dia menjelaskan tentang Nurdin Abdullah sebetulnya hanya ingin membeli tanah dengan jumlah yang sedikit. “Tetapi, banyaknya masyarakat yang berdatangan silih berganti, akhirnya siapa pun yang datang menawarkan langsung Pak Gubernur beli,” bebernya. (gtr/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *