Cegah Tindak Pidana UU ITE, Virtual Police Kini Resmi Beroperasi
bukabaca.id, Jakarta – Operasi Virtual Police di Korps Bhayangkara kini telah resmi digencarkan. Unit gagasan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit Prabowo tersebut dibentuk untuk mencegah tindak pidana Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU-ITE), Sabtu (27/2/2021).
Mengenai hal tersebut, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia (Kadiv Humas Polri), Inspektur Jenderal Argo Yuwono menerangkan bahwa kehadiran polisi di ruang digital itu merupakan bentuk pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) agar dunia siber dapat bergerak dengan bersih, sehat dan produktif.
“Melalui Virtual Police, kepolisian memberikan edukasi dan pemberitahuan bahwa apa yang ditulis ada melanggar pidana, mohon jangan ditulis kembali dan dihapus,” ujar Argo, di Markas Besar (Mabes) Polri di Jakarta, Rabu (24/2) lalu.
Lebih lanjut, Pihaknya juga menekankan kepada petugas-petugas untuk nantinya memberikan edukasi terkait konten yang disebarkan oleh pihak-pihak tertentu apabila berpotensi melanggar tindak pidana.
Masih kata Argo, jika ada postingan yang berpotensi melanggar pidana, polisi akan memberi peringatan kepada akun tersebut merujuk kajian mendalam bersama para ahli. Sehingga, virtual police tidak bekerja menurut subjektivitasnya sendiri.
Untuk tahapannya sendiri, virtual police akan memberikan peringatan terlebih dahulu apabila menemukan tulisan atau gambar yang berpotensi melanggar pidana. Penyidik akan mengambil tangkapan layar untuk melakukan konsultasi dengan tim ahli yang terdiri dari ahli pidana, bahasa, dan ITE.
“Apabila ahli menyatakan bahwa ini merupakan pelanggaran pidana baik penghinaan atau sebagainya, maka kemudian diajukan ke Direktur Siber atau pejabat yang ditunjuk di Siber memberikan pengesahan kemudian Virtual Police Alert Peringatan dikirim secara pribadi ke akun yang bersangkutan secara resmi,” jelasnya.
Nantinya, kata Argo, peringatan itu akan langsung masuk ke dalam kolom pesan atau Direct Message dari pemilik akun yang mengunggah konten itu. Tujuannya agar pengguna media sosial (Medsos) tidak merasa terhina dengan peringatan yang diberikan. Setelah pesan diterima, kepolisian berharap agar konten yang diduga dapat dipidanakan itu dihapus oleh pemilik akun.
“Jadi, edukasi yang kami berikan pada masyarakat lewat patroli siber,” ucap Jenderal bintang dua itu.
Jika pemilik akun masih enggan menghapus unggahannya, kata dia, peringatan akan terus diberikan selama masih terdapat pihak yang merasa dirugikan dari unggahan itu. Jika kemudian orang yang merasa dirugikan itu membuat laporan polisi, maka, tugas dari kepolisian adalah memfasilitasi agar ada jalan damai lewat proses mediasi.
“Penegakan hukum di terakhir. Polri tidak mengekang ataupun membatasi masyarakat dalam berpendapat namun Polri berupaya untuk mengedukasi apabila melanggar pidana,” tegasnya.
Bahkan menurutnya, sudah ada tiga akun yang ditegur oleh virtual police dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu akun yang ditegur Polri membuat gambar beserta keterangan “jangan lupa saya maling”.
“Virtual police alert. Peringatan 1. Konten Twitter Anda yang diunggah 21 Februari 2021 pukul 15.15 WIB berpotensi pidana ujaran kebencian. Guna menghindari proses hukum lebih lanjut diimbau untuk segera melakukan koreksi pada konten media sosial setelah pesan ini Anda terima. Salam Presisi,” kata Argo sembari membacakan isu teguran.
Bahkan Kapolri sendiri setidaknya telah menerbitkan dua pedoman bagi jajaran kepolisian di bawahnya agar menjadikan proses penegakan hukum sebagai jalan terakhir dalam menangani perkara UU-ITE.
Pihaknya menerbitkan surat edaran dan telegram yang masing-masing memiliki runutan cara bagi penyidik dalam menyikapi kasus-kasus kejahatan siber.
Sementara itu, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Pol Agus Andrianto, mengatakan, pihaknya bakal memberi hukuman bagi penyidik yang melanggar pedoman tersebut. Hal itu menjadi salah satu cara untuk mencegah bias dan subyektivitas penyidik dalam menerima atau melanjutkan perkara-perkara ITE di masyarakat. (*)