Di Jakarta, Pemuda Asal Kajang Berjuang Demi Sekolah Multikultural di Bulukumba

waktu baca 4 menit
Tasman Ambar Mattuliang.

bukabaca.id, Bulukumba – Pemuda asal Kabupaten Bulukumba Tasman Ambar Mattuliang menginisiasi sekolah multikultural. Sarana belajar ini tengah diperjuangkan dan didukung penuh oleh yayasan Anindhaloka bersama Jendela Pendidikan Nusantara dan fokus pada pengembangan pendidikan di seluruh Indonesia. Selain itu, pemuda asal Kecamatan Kajang tersebut juga menjalin kerjasama dengan Kemendikbud.

“Beberapa teman di pemerintah pusat, kawan sesama kader partai PSI dan teman-teman sesama alumni youth action forum UID Jakarta Indonesia,” tutur Tasman kepada bukabaca.id, Kamis (5/11/2020).

Sebelum virus corona melanda seluruh dunia Tasman banyak menjalin hubungan dengan berbagai lembaga di pusat. Di samping itu, ia membantu program kerja 8 orang anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta fraksi PSI.

Masa pandemi, tidak menyurutkan niat politisi muda PSI itu untuk tetap memberanikan diri kembali ke Jakarta melanjutkan tugas dan rencana program yang tertunda. “Salah satu diantaranya sekolah multikultural yang rencananya akan di tempatkan di Kabupaten Bulukumba,” tambahnya.

Untuk diketahui, sekolah multikultural adalah sekolah menengah kejuruan swasta dengan beberapa jurusan dengan berbasis kurikulum multikultural, menawarkan konsep sekolah yang diisi oleh siswa/siswi perwakilan dari 34 Provinsi di Indonesia sebagai duta daerah masing-masing.

Sekolah ini, lanjut Tasman, melibatkan masyarakat di wilayah sekitar melalui program kampung nusantara dengan melepas siswa/siswi berbaur langsung dengan masyarakat setempat.

“Ringkasnya sekolah tersebut direncanakan sebagai miniatur Indonesia. Selain itu, juga sebagai sekolah beasiswa penuh dengan menanggung seluruh biaya mulai dari akomodasi peserta didik dari masing-masing daerah ke Bulukumba, biaya makan sehari-hari, asrama, seragam, hingga transportasi berupa sepeda,” tambah Tasman.

“Alasan utamanya jelas. Kita sebagai generasi penerus bangsa Indonesia, perlu secara langsung “mencicipi” keberagaman bangsa ini. Sehingga saat berhubungan sosial dengan dunia nyata, kita tidak lagi dihantui kecurigaan, stigma dan prasangka pada orang yang berbeda dengan kita,” lanjutnya.

Sebagai seorang pemuda, Tasman Ambar dikenal kerap melakukan sesuatu yang terbilang tidak masuk akal dan di luar dugaan. Sejak SMA, ia sudah membina anak-anak di kampungnya untuk mencintai dan melestarikan adat dan budaya. Hal itu, sebagai awal dirinya terus berinovasi untuk masyarakat Bulukumba.

“Insyaallah tanggal 7 November 2020 mendatang, kami akan melakukan rapat lanjutan untuk presentasi potensi wilayah dalam hal ini potensi Bulukumba. Dengan keberadaan Kawasan Adat Ammatoa dan potensi pariwisata yang dimiliki Bulukumba sehingga saya menganggap sekolah dengan konsep kurikulum multikultural ini penting adanya untuk menggenjot peningkatan pariwisata dan kecintaan pemuda terhadap budaya khususnya di Bulukumba,” pungkas Tasman.

Lebih lanjut, Tasman mengatakan beberapa rekan dan tokoh masyarakat Bulukumba ikut berkontribusi sejauh ini. Bahkan mereka telah merealisasikan planning program yang masuk dalam pembahasan bersama.

“Saya sudah bicara langsung dengan beberapa teman yang insyaallah akan membantu kami merealisasikan ini. Kemarin saya telepon langsung pak Wahid pembina sanggar seni budaya turiolo Kajang untuk meminta dukungan dan saran beliau. Pak Tasmir bahkan bersedia menghibahkan lahan dan yayasannya yang sedang beliau bangun di Kalimporo Kecamatan Kajang untuk dijadikan lokasi sekolah tersebut. Juga kepala desa Bontobaji Kecamatan Kajang siap mendukung dan bersedia menerima jika sekolah ini di tempatkan dalam wilayah Bontobaji. Insyaallah ini semua akan saya paparkan kepada tim hari Jumat,” bebernya kembali.

“Pendidikan tidak membuka lebar akses pertemuan sesama anak bangsa yang berbeda, sehingga sulit merasakan kehadiran kebhinekaan di tengah-tengah kehidupan. Dipikirnya, semua hal itu sama dengan yang umumnya ada di lingkungan. Tanpa sempat berpikir menerima, mengapresiasi, memberi tempat hingga melindungi keragaman. Sebaliknya, keragaman harus disamakan, digiring kalau perlu dipaksa masuk dalam sistem yang lumrah dan seragam. Misi sederhana tapi mengubah cara pandang siswa, orang tua, bahkan lingkungan masyarakat. Kami percaya, setengah nilai toleransi dan perdamaian selesai manakala mereka bertemu, berteman dan hidup bersama. dengan begitu Indonesia yang tempo hari tidak pernah ada dalam kehidupan nyata, dapat ditemukan di tengah kehidupan sehari-hari. Atau, Indonesia yang dicuri orang gesekan kepentingan politik dan sempat hilang diculik oleh rasa tidak percaya pada negara, dapat kembali ditemukan. Oleh karena itu, Menemukan Indonesia dapat dilakukan sebelum semuanya benar-benar hilang, termasuk keragaman Indonesia,” kuncinya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *