Dituding Merampas Alat Perkebunan Warga di Bontosikuyu, Kepala UPT KPH: Hanya Menjalankan Undang-Undang
bukabaca.id, Selayar – Konflik lahan antara UPT. Kesatuan Pengelolaan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan dan Masyarakat Desa Laioyolo dan Desa Laiyolo Baru, Kecamatan Bontosikuyu, Kabupaten Kepulauan Selayar, telah disampaikan kepada DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar melalui aspirasi secara langsung.
Diungkapkan sebelumnya, masyarakat merasa menjadi korban pencurian atau perampasan alat perkebunannya jenis gergaji mesin oleh aparat kehutanan. Namun, hal tersebut dibantah oleh Abu Bakar, Kepala UPT. Kesatuan Pengelolaan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan saat ditemui kediaman pribadinya, Sabtu malam (18/9/2021).
“Kami tidak merampas atau mencuri. Kami hanya menjalankan Undang-undang yang mengatur hal itu, ada di Pasal 12 UU Cipta Kerja huruf F. Dan pada saat kami mengambil itu (gergaji mesin) kami menyampaikan kepada Kepala Desa untuk menyampaikan ke Masyarakatnya agar segera mengambil alatanya di Kantor kami. Namun sampai hari ini belum ada yang datang supaya diberikan pembinaan,” ujarnya.
Berdasarkan peratutan yang ada, tanah masyarakat yang masuk atau telah ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Produksi Terbatas itu sudah sejak 1982 oleh pemerintah pusat berdasarkan SK Kementerian Kehutanan dengan nomor SK: 4733/MENHUT-VII/KUH/2014.
“Kami sudah menyurat ke Kepala Desa untuk berapa orang yang mengklaim tapi sampai hari inibtidak ada balasannya. Dan luas dari Kawasan Hutan Produksi terbatas yang ada di Bontosikuyu seluas 5.778,33 Hektare berdasarkan SK dari Kementerian Kehutanan,” ungkap Abu Bakar kepada awak media.
“Dan kami mendasari dari SK tersebut. Dan ketika Masyarakat akan mengklaim maka kami juga akan mengklaim,” lanjut dia.
Untuk diketahui, pihaknya telah melakukan koordinasi ke pihak DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar agar bisa segera melakukan pertemuan untuk memberikam penjelasan.
“Kami juga belum pernah dipanggil oleh DPRD. Seharuanya kami dipanggil karena bahasanya sudah tidak enak lagi yaitu merampas,” ucap Abu Bakar.
Sebelumnya, masayarakat Desa Laioyoli dan Desa Laiyolo Baru, Kecamatan Bontosikuyu, sebelumnya, kata Abu Bakar, sudah pernah diberikan arahan untuk membentuk kelompok agar bisa diberikan izin mengelola lahan didalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas hingga batas kurang lebih 30 tahun dengan perjanjian kontrak yang terus diperpanjang.
“Bagi Masyarakat yang memiliki lahan didalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas itu bisa membentuk kelompok dan mereka bisa kelola lahan tersebut tapi bukan sebagai hak milik dan tidak bileh dipindahtangankan,” jelasnya.
Hal tersebut menggambarkan bahwa jika Masyarakat yang sebelumnya telah memiliki tanah peninggalan dari nenek moyang mereka yang telah lama mereka kelola dengan status kepemilikan, harus mengelola dengan tidak memiliki hak kepemilikan.
“Jika Masyarakat mengklaim, saya juga akan klaim karena SK dari pusat,” Abu Bakar memungkasi. (bbs/bl)