Eks Ketua Bawaslu Sulsel: Gagal dan Tidaknya Pemilu 2024 Tergantung Rakyat Indonesia

waktu baca 4 menit

BukaBaca.ID, Kepulauan Selayar – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kepulauan Selayar yang dinakhodai Siti Nurul Badriyah telah menggelar Sosialisasi Pengawasan Partisipasi Pemilu kepada masyarakat dengan menghadirkan pemateri dari Makassar yaitu mantan Ketua Bawaslu Propinsi Sulawesi Selatan dua periode 2013 – 2023. Beliau adalah Dr H La Ode Arumahi, MH sebagai langkah dan upaya menyukseskan Pemilu 2024 bertempat di Tanadoang Cafe jalan Suwondo Parman Benteng Selatan, Selasa 19 Desember 2023 kemarin.

Sosialisasi yang berlangsung dari pukul 14.00 hingga 16.00 Wita dibuka oleh Divisi Hukum, Pencegahan, Parmas dan Humas, Azmin Khaidar, S.Pd dengan menghadirkan peserta sebanyak 45 orang yang terdiri dari Camat, Lurah, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh perempuan serta siswa dan siswi SMA dan SMK se Kecamatan Benteng dan Bontoharu.

Dalam sambutannya, Azmin Khaidar menyatakan, pemilu adalah tanggungjawab masyarakat dan rakyat Indonesia. Karena pada prinsipnya sebuah demokrasi berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

“Olehnya itu, ia berharap agar masyarakat dapat lebih pro aktif dalam menjaga proses Pemilu dengan baik dan terlibat aktif dalam pengawasan partisipatif sehingga dapat menghasilkan pemimpin yang memiliki kapabilitas serta komitmen untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik,” paparnya.

Selain itu, Azmin mengatakan, program dan sasaran yang hendak dicapai adalah mewujudkan penyelenggaraan Pemilu dengan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

“Terwujudnya kualitas dan efektifitas penindakan dan penyelesaian pelanggaran sengketa Pemilu,” papar Azmin.

“Bawaslu mempunyai tugas untuk meningkatkan dan mendorong pengawasan partispatif Pemilu kepada masyarakat. Sebab pada hakikatnya, Pemilu adalah hak kita bersama. Kesuksesan Pemilu sangat tergantung dari kita semua sebagai peserta Pemilu. Karena itu pengawasan pemilu dan pengawasan partisipatif senantiasa untuk didorong kepada masyarakat untuk secara bersama-sama setiap tahapan Pemilu,” pungkasnya.

Azwin menyampaikan, pengawasan partisipatif tidak hanya dimaknai untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 14 Februari 2024 yang akan datang, akan tetapi pengawasan partisipatif juga mesti dikedepankan.

“Apakah hak pilih kita, hak suara kita dijaga serta tidak disalahgunakan,” terangnya.

Dalam pengantar diskusinya, H La Ode Arumahi menutuekan bahwa di zaman Orde Baru dan sebelum reformasi yang menyelenggarakan Pemilu adalah Pemerintah.

“Ketua KPU adalah Menteri Dalam Negeri, sedangkan Gubernur, Bupati dan Walikota, Camat, Lurah sebagai penyelenggara teknis dan yang mengawasi juga adalah Pemerintah. Betul-betul Pemilu ketika itu hanya sekedar prosedur lima tahunan. Sesuai dengan mandat Undang-Undang Dasar. Dilaksanakan sekali dalam lima tahun,” ujarnya.

“Siapa yang terpilih, bagaimana caranya terpilih sangat tergantung dari penyelenggara. Itu diera Orde Baru. Dan itu saya saksikan. Karena saya sudah ikut memilih ketika itu. Belum selesai perhitungan suara di Sulsel, di Jakarta sudah mengumumkan hasil pemilu di Sulsel. Dan itu yang terjadi di masa sebelum reformasi,” ungkapnya pesimis.

Lebih lanjut, dia mengatakan, pasca reformasi salah satu mandat reformasi adalah mengembalikan penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat. Sehingga Pemilu pertama diera transisi, penyelenggaraan itu diserahkan kepada partai politik.

“Penyelenggara pada waktu itu adalah utusan dari partai-partai politik. Hingga akhirnya menimbulkan perselisihan. Mereka perselisihkan sisa kursi di DPR. Dan penangungjawab Pemilu adalah Presiden. Maka kala itu, Presiden RI, BJ Habibie mengambil alih keputusan pengumuman hasil Pemilu setelah memperoleh rekomondasi dari Pengawas Pemilu,” jelasnya.

Oleh karena itu, perlu dipertegas bahwa saat ini penyelenggara Pemilu adalah masyarakat. Mulai dari Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia hingga yang paling bawah adalah masyarakat. Kalaupun ada PNS yang menjadi penyelenggara Pemilu itu diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dan tidak menerima gajinya selaku PNS. 

Karena itu La Ode Arumahi kembali mengingatkan bahwa Pemilu ini diselenggarakan oleh masyarakat maka rusak dan berhasilnya Pemilu tergantung dari masyarakat.

“Sebab bilamana Pemilu 2024 ini gagal disebabkan oleh penyelenggaranya maka tidak mustahil Pemilu kedepan akan diambil alih oleh Pemerintah. Dan sudah pasti situasi dan kondisinya akan sama diera Orde Baru,” tutur H Arumahi.

“Penyelenggara Pemilu ada tiga (3). KPU, Bawaslu dan DKPP. KPU adalah penyelenggara teknis. Bawaslu pengawas semua tahapan. Dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP adalah mengawasi kinerja KPU dan Bawaslu. Salah satu lembaga yang dewan etiknya parmanent hanya di penyelenggaraan Pemilu,” kunci Wartawan Pedoman Rakyat ini.

(M. Daeng Siudjung Nyulle)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *