Era Disrupsi dan Tingginya Angka Pengangguran

waktu baca 4 menit

bukabaca.id – PT. Indosat mengakui telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 677 karyawannya pada jumat (14/02/2020). Perusahaan menyebut PHK tersebut merupakan langkah dari upaya transformasi perusahaan untuk bertahan di era disrupsi. Dengan demikian, PHK menjadi langkah strategis untuk menjadikan Indosat perusahaan telekomunikasi terdepan yang mampu memenuhi kebutuhan pasar.

Betul bahwa ini adalah era disrupsi. Disrupsi adalah sebuah inovasi yang akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru. Disrupsi berpotensi mengganti pemain lama dengan pemain baru. Disrupsi menggantikan teknologi lama yang serbafisik dengan teknologi digital yang akan menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru dan lebih efisien, juga lebih bermanfaat.

PHK massal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar tentu akan menghantui para pekerja. PHK massal ini sudah diprediksi sebagai dampak dari era disrupsi dan tren digitalisasi. Namun, pemerintah tidak antisipatif terhadap hal ini. Terlihat, dalam lima tahun kepemimpinan presiden Jokowi, gelombang PHK massal masih terjadi. Mulai dari lembaga perbankan, retail, hingga start-up tidak lepas dari PHK massal. Kondisi ekonomi yang tidak stabil menjadi alasan klasik untuk melakukan rasionalisasi para pekerja. Selain itu, perkembangan Industri 4.0 telah menjadikan tenaga manusia tergantikan dengan tenaga mesin. Seluruh badan usaha harus mampu berevolusi dan benar-benar berinovasi, membentuk kembali model bisnis dengan cara-cara baru agar tidak ketinggalan zaman. Juga wajah rimba sangat begitu kentara dalam sistem ekonomi kapitalis, yakni pemodal besar akan mengalahkan pemodal kecil. Sehingga kekayaan dan kepemilikan berbagai sektor industri akan berputar hanya pada pemilik modal besar saja.

Selama negeri ini menganut konsep Freedom of Ownership alias kebebasan berpemilikan dalam ekonomi kapitalis, problem perburuhan tidak akan pernah selesai. Konsep yang diadopsi dari ideologi kapitalisme ini meniscayakan adanya rekrutmen tenaga kerja dalam jumlah besar dan mengeksploitasinya di berbagai sektor strategis. Prinsipnya adalah para pemilik perusahaan mengeluarkan modal sekecil–kecilnya dan memperoleh keuntungan sebesar–besarnya. Rakyat hanya akan menjadi korban dari rezim yang latah mengikuti tren global. Tentu ini semakin menegaskan bahwa negara lemah secara kedaulatan politik dan ekonominya.

Berbeda dengan sistem kenegaraan yang menerapkan syariat Islam, yakni akan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Dalam Islam, negara berkewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap anggota masyarakat, seperti sandang, pangan, dan papan. Negara juga diharuskan memberi jaminan terpenuhinya tiga kebutuhan pokok kolektif masyarakat yakni kesehatan, keamanan, dan pendidikan. Dengan adanya pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan pokok kolektif oleh Negara menjadikan para pekerja tidak lagi menggantungkan biaya-biaya untuk kebutuhan pokoknya dari gaji. Hal ini berbeda dengan kondisi saat ini, dimana gaji dari seorang pekerja digunakan untuk membiayai pendidikan, kesehatan, ataupun kebutuhan lainnya.

Islam juga mewajibkan semua sumber daya alam wajib dikelola oleh negara. “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR. Abu Daud, Sunan Abu DAud, 2/596- 952). Dalam hadist yang lain disebutkan, “Tiga hal yang tidak boleh dihalangi (dari manusia) yaitu air, padang dan api” (HR. Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, 3/177-606). Sehingga dalam konteks penguasaan SDA, tidak mungkin ada perusahaan swasta yang melakukan eksploitasi SDA, melainkan negara yang berkewajiban mengelola dan hasilnya untuk kepentingan rakyat termasuk untuk membiayai kesehatan dan pendidikan. Pengelolaan SDA ini akan mampu membuka industri-industri yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan, agar setiap orang yang mampu bekerja memperoleh pekerjaan atau membantu memfasilitasi masyarakat agar bisa membuka usaha. Misal, tanah yang tidak dikelola selama 3 tahun akan diambil oleh negara dan kemudian negara menyerahkannya kepada pihak yang membutuhkan dan mau mengelolanya.

Dari al–Harits bin Bilal bin al-Harits, dari ayahnya : “Bahwasannya Rasulullah saw mengambil zakat dari pertambangan al-Qabaliyah. Sementara Rasulullah saw memberi seluruh kawasan Al-Aqiq pada Bilal bin al Harits”. Ketika Umar ra (menjadi Khalifah), maka Umar berkata kepada bilal : “Rasulullah saw tidak memberimu kecuali untuk dikelola”. (Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al Mustadrak Mustradak ala ash-Shahihain).
Sehingga dengan mekanisme aturan Allah dalam berekonomi itu. Negara berhasil meratakan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat selama berabad-abad lamanya. Wallahu a’alam.

Penulis : Putri Eriza, S.E

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *