Fatamorgana Iklan Televisi

Ilustrasi. (Fxhere).

bukabaca.id, Makassar – Logie Baird, sang ilmuan penemu televisi yang dianggap mengubah peradaban dunia. Bagaimana tidak, ia menciptakan satu  media komonikasi satu arah dalam bentuk visual, dimana ada penyiar dan penonton. Sebuah pencapaian yang cukup mustahil. Bagaimana munkin kita dapat melihat orang dari dua titik berjarak antar benua yang yang divisualisasikan dalam sebuah tabung cembung. Dewasa ini, televisi telah mencapai perkembangan yang begitu pesat dari televisi  tebal seperti tabung sampai yang tipis dengan hasil gambar super halus yang cukup memanjakan mata. 

Televisi selain digunakan sebagai media informasi dan intertaiment, juga digunakan sebagai media pemasaran berbagai produk dan jasa dalam bentuk iklan. Tentu iklan yang hadir dilayar kaca menjadi ajang propaganda pemasaran untuk menarik minat penonton.

Media memiliki kemampuan untuk mengkronstruksi theater of mind dalam dunia fatamorgana yang mampu membangun ilusi realitas dari produk atau jasa  tersebut. Copywriter dan Visualilisesier, Keduanya adalah manusia kreatif yang bekerja setiap hari untuk membangun berbagai realitas berdasarkan dunia apa yang di inginkannya tentang sesuatu produk apa yang di iklankan. Penciptaan realitas tersebut menggunakan model produksi yang oleh baudrillad ( piliang, 1998;228) disebutnya dengan simulasi, yaitu penciptaan model-model nyata yang tanpa asal usul dan atau realitas awal. hal ini di sebut (hiper reality). Melalui model simulasi,manusia di jebak dalam satu ruang, yang disadarinya nyata, meskipun sesungguhnya semu, maya, atau khayalan belaka.

Iklan hadir dengan berbagai citra, mulai dari citra maskulin, citra perempuan, citra manfaat, citra kemewahan dan citra kelas sosial. Kaum hawa sering kali menjadi sasaran media untuk promosi sebuah produk kecantikan, bukan hanya melakukan advertising tapi juga melakukan pengkonstrukan citra perempuan. Misalnya iklan sabun mandi. Media TV sebagai wadah promosi produk kecantikan tapi ia juga menkonstruk konsep “cantik” itu seperti apa. Konsep yang sering hadir dalam sejumlah pariwara sabun di Nusantara itu “kulit putih mulus” padahal konsep kecantikan lebih dari sekedar “putih mulus” seperti bihun. Citra yang lainnya juga timbul pada apa yang dipariwarakan di iklan “Indomie”. Al-gzali membintangi salah satu iklannya, seakan itu menunjukka ” anak artik kelas dia saja makan indomie ” artinya citra kelas sosial dan juga menyimbolkan anak melinieal. Iklan itu seakan menghiptis penonton dan dalam ilusi itu penonton setara dengan anak dari Ahmad Dani. Dengan hadirnya bergai cirta yang ada maka makin banyak pula ilusi-ilusi iklan di pertelevisian. Dan jika ini mempengaruhi banyak orang maka ini akan menjadi suatu nilai, Seperti konsep tentang “cantik”. Maka dari itu diperlukan kesadaran dari individu sampai pada tingkat masyarakat agar keluar dari fatamorgana. Burger dan Luckmann (1990: 61) mengatakan, terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Analalogi untuk pernyataan kedua tokoh itu ” memangsa atau dimangsa”. Jika masyarakat terjebak dalam ilusi mereka akan menjadi santapan fatamorgana.

Berangkat dari pemikiran Weber dengan tindakan sosialnya, dimana individu merupakan aktor yang bertindak dan tak sepenuhnya di kuasai oleh stimulus dari luar. Saya beranggapan  harusnya sebagai individu sebagai bagian dari masyarakat harus memiliki pendirian, kesadaran dalam bertindak dan tak merespon setiap ransangan yang diterima. Bukankah tuhan telah memberikan manusia akal untuk berpikir. Dengan berpikir manusia mampu menyaring setiap informasi sehingga tak terhipnotis ilusi, bukan binatang yang dapat di serong sana sini.

Penulis: Muhammad Adil, Mahasiswa Jurusan Sosiologi, UNM.

Ket: Isi tulisan adalah tanggungjawab sepenuhnya penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *