Hari Jadi Bone, Walhi Sulsel Minta Pemerintah Cabut Izin Tambang Marmer di Bontocani

waktu baca 3 menit

bukabaca.id, Bone – Dalam memperingati hari jadi tanah Bone yang ke-691 tahun, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta bahkan mendesak pemerintah untuk mencabut izin tambang PT Emporium Bukit Marmer.

Perusahaan pemilik Wilayah Izin Usaha Pertambangan dengan luas 126,5 Ha di Desa Bontojai dan Bulusirua Kecamatan Bontocani telah mengantongi izin usaha produksi aktivitas pertambangan marmer.

Mendengar informasi terkait keluarnya izin usaha pertambangan PT Emporium Bukit Marmer tersebut, Walhi Sulsel turut menanggapinya.

Staf advokasi dan kajian Walhi Sulsel, Slamet Riyadi menuturkan bahwa secara keruangan daerah hulu seharusnya menjadi daerah yang dilindungi dari aktivitas ekstraktif karena akan berdampak pada daerah hilir. Terlebih lagi lokasi pertambangan berada di salah satu DAS di SulSel yang sangat kritis yakni DAS Walanae.

“Hasil investigasi kami di lapangan menunjukkan bahwa pembukaan lahan secara massif untuk aktivitas pertambangan dan pembukaan jalan jelas akan berdampak buruk pada jasa lingkungan hulu DAS Walanae sebagai sumber mata air dan saluran irigasi masyarakat,” tegasnya.

Bukan hanya itu, Mos selaku perwakilan Aliansi Tolak Tambang Bontocani juga menegaskan bahwa di Bontocani itu merupakan kawasan rawan longsor.

“Longsor sangat sering terjadi di Bontocani ini karena memang dipengaruhi oleh sifat tanahnya. Makanya kami tegas menolak pertambangan marmer Bontocani untuk melindungi kampung halaman kami dari bahaya dan bencana,” tuturnya.

Selain itu, surat pemberitahuan yang dikeluarkan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang yang bertugas di Wilayah Sungai Walanae-Cenranae kepada Aliansi Tolak Tambang Bontocani juga memperjelas bahwa BBWS Pompengan Jeneberang belum pernah menerbitkan rekomendasi teknis terkait dengan aktivitas tambang marmer di Hulu DAS Walanae.

“Melalui surat balasan dalam bentuk pemberitahuan dari BBWS Pompengan-Jeneberang maka kami menduga kuat penerbitan izin usaha pertambangan Marmer di Desa Bontojai dan Bulusirua cacat prosedural dan juga membahayakan masyarakat serta lingkungan di Bontocani,” tegasnya.

Sementara, masyarakat dan jasa lingkungan hulu DAS Walanae yang akan terancam. Slamet juga kembali menegaskan bahwa di lokasi pertambangan juga terdapat dua gua atau leang yang masuk dalam WIUP perusahaan yakni Leang Biccu dan Leang Ondungan.

“Baik di lokasi maupun sekitar pertambangan terdapat banyak gua yang menyimpan catatan sejarah dan budaya yang sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Seharusnya kawasan ini dijaga serta dilindungi dan tidak untuk di tambang. Apalagi Bone ini terkenal dengan adat dan budayanya,” ungkapnya.

Terakhir, Slamet Riadi kemudian mendesak kepada seluruh stakeholder terkait untuk tidak mengorbankan masyarakat di atas kepentingan perseorangan.

“Olehnya itu kami mendesak Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan untuk menerbitkan rekomendasi penghentian tambang yang akan mengancam eksistensi gua pra-sejarah di Bontocani dan kepada pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk segera mencabut izin pertambangan PT Emporium Bukit Marmer di Desa Bontojai dan Bulusirua,” tutupnya. (*/Arman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *