Heboh Isu Penjualan Pulau Lantigiang Seharga Rp900 Juta, Pembeli: Saya Beli Tanah, Bukan Pulau!
bukabaca.id, Kepulauan Selayar – Pulau Lantigiang yang berada dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate di Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan, kini tengah menjadi heboh diperbincangkan. Pasalnya pulau tersebut tersebut diduga dijual oleh Syamsu Alam kepada warga asal Desa Laiyolo.
Humas Balai Tamman Nasional Taka Bonerate (BTNTB), yang akrab disapa Ippang bahwa hal tersebut dalam penanganan Polres Selayar.
“Sementara proses di Polres Selayar, kita tunggu yah, jangan sampai mengganggu konsen penyidik,” ujar Ippang kepada awak media, Senin (1/2/2021).
Banyaknya berita yang seakan memviralkan masalah jual beli pulau Lantigiang tersebut, kini Asdianti Baso buka suara. Ia pun memberikan klarifikasi terkait proses transaksi jual beli yang ia lakukan melalui keterangan tertulisnya di facebook @asdianti_baso pada Minggu, (31/1/2021) kemarin.
“Saya selaku pembeli ‘Lahan Kebun’ yang terletak di Pulau Lantigian. Memang saya membeli tanah tapi bukan pulau. Dan tujuan saya adalah untuk membangun Water Bungalows di tempat kelahiran saya yaitu Selayar,” jelas Asdianti Baso.
“Mengenai berita yang sekarang lagi on the news today and everywhere, Tolong di catat. Balai Takabonerate Ke Selayar pada tahun 1993. Sebelum TN pulau tersebut sudah dijadikan lahan kebun Pohon Kelapa milik pak Syamsul Alam,” imbuhnya yang menanggapi pemberitaan di media massa.
Lebih lanjut, Asdianti menerangkan bahwa sampai sekarang bekas pohon kelapanya masih ada di Lantigian. Bahkan seluruh masyarakat yang ada di pulau Jinato dan pulau lainnya pun mengetahui bahwa sahnya yang bercocok tanam dan berkebun itu dulu keluarga Syamsul Alam diketahui kesehariannya berprofesi sebagai nelayan beserta keluarganya.
“Saya menghargai hak-hak masyarakat yang ada sebelumnya. Meskipun izin lokasi dan izin pertimbangan teknis serta izin-izin lainnya sudah terbit atas nama PT Selayar Mandiri Utama. Yaitu perusahaan saya sendiri, kita harus menghargai hak pak Syamsul,” ungkap perempuan asal Desa Laiyolo tersebut.
“Misalkan saya tidak membebaskan tanah rakyat dan langsung membangun bungalows . Akan berakibat pun di kemudian hari. Di Sulawesi bilang bahwa A’jallo jallo keluargana (marah-marah keluarganya),” tuturnya.
Sementara itu, berdasarkan pengakuan Asdianti, pihak BTNTB telah melakukan pertimbangan.
“Pihak Balai sendiri sudah mengeluarkan Pertimbangan Teknis. Yang bisa saya ambil tanggal 1 Februari 2021,” ungkapnya.
Menurut Asdianti, masalah ini sebenarnya tidak ada pun yang beriktikad tidak baik. Pihaknya pun telah meminta untuk menerbitkan izin membangun Sarana Pariwisata Alam (SPA) pada bulan Juni 2020. Pihaknya juga meminta pertimbangan teknis sejak 2 tahun lalu, yang tanahnya juga berada di Area Latoundu Besar.
“Tapi ditolak BPN untuk mengeluarkan sertifikat. Ini karena adanya Keputusan keputusan dan berada di dalam kawasan. Ok, berada di dalam kawasan, toh ini masuk ke zona pemanfaatan,” ungkapnya.
“Sebelum saya membeli lahan, saya sudah pernah ke Balai Taman Nasiaonal Taka Bonerate di tahun 2017 untuk berkonsultasi dengan Pihak Balai. Pihaknya pun menyarankan untuk membangun pada zona pemanfaatan, karena di dalam Kawasan terdapat zona zona yang berbeda. Zona Inti yang tidak bisa di bangun sama sekali,” jelasnya.
Berdasarkan pengakuannya, ia memilih Pulau Lantigian karena mengikuti arahan. Sebab pada saat itu pihak balai menyarankan Lantigian, pulau Belang belang dan pulau lain. Namun Asdianti lebih tertarik pada pulau Lantigian dan Latondu besar.
Kendati demikian PBTN Taka Bonerate akan segera dipanggil oleh pihak penyidikan Polres Selayar.
“Saat ini akan dilakukan pemeriksaan kepada Balai Taman Nasional sebagai saksi mengenai status pulau tersebut,” ungkap IPTU Abd. Malik KBO Satreskrim Polres Kepulauan Selayar.(Arman)