Kacamata Melihat Fenomena Gaslighting

waktu baca 3 menit
Ilustrasi (foto/VOA)

bukabaca.id – Baru-baru ini, mantan Presiden RI, Megawati Soekarnoputri yang saat ini juga menjabat sebagai ketua PDIP membuat gempar publik dengan pernyataannya.

HUT ke-50 PDIP  jadi sorotan publik karena dianggap melontarkan sejumlah kritik pedas seakan ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kaum milenial mungkin melihat pidato dalam video yang beredar tersebut sebagai contoh gaslighting. Bagaimana kacamata politik melihat fenomena gaslighting ini?

Fenomena gaslighting adalah fenomena sosial lama yang baru dapat perhatian beberapa tahun ke belakang ini. Gaslighting bisa terjadi di mana-mana, entah itu di sekolah, lingkungan kerja, bahkan lingkungan sepermainan.

Namun, gaslighting yang berdampak besar biasanya dilakukan oleh seseorang dengan power atau jabatan yang lebih tinggi, seperti seorang bos, terhadap seseorang yang memiliki status di bawah mereka, seperti karyawan. Praktiknya pun cukup umum, contohnya seperti seorang atasan yang mengkritisi kelemahan karyawannya dalam sebuah pertemuan bersama karyawan lain.

Farah Latif, dikutip bukabaca.id, Minggu, 15 Januari 2023, dalam tulisannya Political Gaslighting in the Climate Change Discourse Surrounding the 2016 Election, menyebutkan gaslighting politik pada dasarnya bertujuan memainkan psikologis baik dari target menyebutkan-nya dan masyarakat (umumnya yang mendukung politisi terkena gaslight), dengan tujuan menciptakan rasa kacau dalam kepercayaan diri.

Dari pandangan politisi yang jadi target gaslight, serangan psikologis seperti ini mampu membuat mereka meragukan kekuatannya sendiri, dan apabila ia memiliki keterikatan dengan sosok yang meng-gaslight mereka, otomatis mereka akan menduga-duga telah melakukan kesalahan besar sehingga mereka dilihat pantas untuk diindimidasi.

Kalau dari pandangan para pendukungnya, gaslighting ini juga mampu membuat mereka merasa tidak aman terhadap politisi yang sedang diintimidasi. Seperti perasaan yang muncul ketika seorang sosok idola direndahkan oleh orang lain, para pendukungnya pasti merasa gelisah dan tak nyaman.

Akan tetapi, gaslighting politik tidak hanya tentang intimidasi saja. Rohitha Naraharisetty dalam tulisannya How ‘Political Gaslighting’ Undermines the Truth, menyebutkan bahwa teknik gaslighting politik umumnya digunakan oleh seorang pemegang power yang memiliki kecenderungan narsistik untuk membuat targetnya berada dalam kendali akibat dampak psikologis negatif yang muncul.

Dan jika membawa pandangan ini ke persoalan pernyataan. Seperti baru-baru ini, pernyataan mantan Presiden Megawati yang tampak “menyindir” Jokowi, maka sebenarnya tidak terlalu spekulatif jika kita ingin melihat bahwa Ketum PDIP tersebut tengah membuat Jokowi semakin berada dalam “kontrolnya”. Terlebih lagi, publik pun belakangan semakin menyadari bahwa Jokowi telah melakukan manuver politiknya sendiri, khususnya tentang capres pilihan untuk 2024.

Tapi tentu ini semua hanya interpretasi belaka. Mungkin hanya Mega, Jokowi, dan beberapa petinggi Partai yang tahu apa sebenarnya tujuan dari pidato Mega yang terkesan “gaslighting” itu. (D74)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *