Kisah Mistis di Balik Film Lokal ‘De Toeng Misteri Ayunan Nenek’

waktu baca 3 menit

bukabaca.id, Makassar – Salah satu Industri Perfilman Sulawesi Selatan (Sulsel) yakni Turatea Produksi telah mengundang para pewarta dari berbagai media massa untuk menghadiri konferensi pers dari film lokal pertama yakni De Toeng Misteri Ayunan Nenek, Minggu (21/2/2021) Sore kemarin.

Diketahui bahwa film tersebut diangkat dari mitos masyarakat lokal Jeneponto untuk bisa diperkenalkan hingga ke ranah nasional. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Asmin Amin yang merupakan penulis ide cerita dari film tersebut.

“Film ini kami angkat dari dari kisah masyarakat Turatea di masa lalu, yang masih dipercaya sampai saat ini. Film ini kami angkat untuk memperkenalkan budaya lokal ke kancah nasional,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengaku bahwa film tersebut merupakan film lokal pertama yang mencapai pasar nasional, dan diputar serentak di 126 bioskop di seluruh Indonesia.

Bahkan Asmin Amin tersebut juga sangat bangga dengan antusias masyarakat dengan adanya film legenda tersebut. Apalagi saat ini masih pandemik, akan tetapi film De Toeng sudah ditonton hingga 30 ribu orang lebih, dengan target penonton 65 ribu penonton.

Menurutnya, film ini sangatlah unik, dikarenakan cerita awalnya berangkat dari bukit Toeng di Jeneponto.

“Biasanya kalau ada nama seperti itu, pasti ada cerita dibaliknya. Akhirnya kita cari tau. Setelah enam bulan kita cari tau, kita tidak temukan maksud di balik nama bukit itu,” sharing Asmin.

Saat akan proses penggarapan, kata dia, ada salah satu rekan yang kebetulan memiliki kelebihan indra keenam (indigo). Akhirny rekannya tersebut diajak ke Gedung Kesenian, untuk melaksanakan ritual.

“Akhirnya arwah nenek toeng merasuki salah satu kru dan meminta sutradara haruslah yang rajin sholat dan beberapa persyaratan lainnya, sebelum film itu dibuat akhirnya disinopsiskanlah cerita ini,” jelasnya.

“Saya kira Ini genre baru, Etnografi, yang mengangkat cerita lokal ke kancah nasional. Jadi ini cerita tentang budaya Turatea, orang Jeneponto. Diproduksi oleh Turatea Production, biasanya sebutan Jeneponto atau taglines daerah tersebut,” lanjutnya.

Adapun cerita ini sendiri pertama kali difilmkan pada tahun 2018 lalu. Akan tetapi semakin kuat di tahun 2021 ini. Dengan begitu, Asmin berharap masyarakat bisa memberikan dukungan dengan cara menonton langsung di Bioskop.

“Harapan kita Gubernur Sulsel,Bupati Jeneponto dan segenap masyarakat Sulsel khususnya dan umumnya Indonesia memberikan dukungan dengan menonton langung ke bioskop,” harap Asmin.

Sementara itu, salah satu tokoh pemuda sekaligus wakil ketua DPP HIPMI Eka Sastra, secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap film ini.

“Saya mengapresiasi teman-teman. Saya jauh-jauh ke sini cuma mau memberi semangat. Kita mau kembangkan ekonomi kreatif yang berbasis otak dan kreativitas,” jelasnya.

Menanggapi film ini, salah satu budayawan kota Makassar, Marwan R Hussein juga menilai bahwa film ini cukup baik untuk mengangkat nilai-nilai budaya lokal ke kancah nasional. Kemasan dalam bentuk film ini dinilai cukup baik, seiring dengan perkembangan sinematografi yang kian melejit.

“Ini sangat bagus dan bisa jadi salah satu wahana yang baik untuk menyampaikan ke masyarakat luas, bahwa Sulawesi Selatan memiliki cerita rakyat yang bagus. Punya nilai budaya yang mendidik. Apalagi dunia cinematografi kata dia mulai melejit, penikmat film tidak pernah hilang. Jadi De Toeng ini menyentuh segmen tersendiri,” jelasnya.

Sekedar diketahui bahwa dua pemain utama yang berperan sebagai dokter dan bu dokter berasal dari Jakarta, begitu juga asisten sutradara Film De Toeng. Film yang berdurasi 110 menit tersebut dibuat dengan proses penggarapan selama satu tahun lamanya. Film ini di sponsori pula oleh STMM e Comm (embargo community) yakni komunitas trader yang berbasis digital. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *