Menakar Efektivitas Penanganan Covid-19 Akibat Pelonggaran PSBB

waktu baca 3 menit
Ihzan, Mahasiswa Prodi Sosiologi UNM.

bukabaca.id, Makassar – Tidak terasa sudah 2 bulan lebih kita berada di masa yang sangat sulit ini. Dimana kita harus melawan musuh yang notabene jauh lebih kecil dari pada manusia. Akan tetapi, lebih perkasa dibanding dengan manusia karena dengan mudahnya menyebar. Ibarat di teror habis-habisan oleh virus tersebut. Rasanya seperti di intai setiap saat.

Rasa takut selalu menghinggapi diri jika berada di keramaian. Akibatnya kita harus berada di dalam sangkar (rumah) untuk beberapa waktu yang entah kapan berkesudahan.  

Sejauh ini, segala kebijakan telah digalakkan pemerintah. salah satunya adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar atau yang akrab disebut dengan singkatan (PSBB). Penerapan (PSBB) tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020. Dengan harapan kebijakan tersebut dapat memutus rantai penyebaran Covid-19. Namun, sepertinya aturan ini tidak menuai hasil hingga saat ini. Nyatanya, angka pasien positif covid-19 makin hari makin bertambah.

Berdasarkan juru bicara Presiden RI untuk penanganan Covid-19. Per Sabtu 23 Mei 2020 pukul 12.00 Wib jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia menjadi 21. 745 dinyatakan positif. Sebanyak 5.249 orang dinyatakan sembuh serta 1.351 orang meninggal dunia. Kondisi tersebut ternyata tidak membuat masyarakat lebih disiplin untuk mengundahkan himbauan untuk PSBB ala pemerintah RI. Mereka justru giat atau tetap beraktivitas dengan bebas di luar rumah. Dimana secara tidak langsung justru akan semakin mempersulit langkah pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Lebih buruknya lagi, baru-baru ini pemerintah mencoba melonggarkan PSBB dengan dalih menjalankan kembali roda perekonomian.  Pusat perbelanjaan atau pertokoan bahkan bandara terbuka. Di media sosial misalnya, masyarakat disuguhi video ataupun foto masyarakat yang sedang berdesakan di pusat pertokoan maupun di bandara. Tentunya hal ini menimbulkan pelbagai persepsi  di kalangan  masyarakat. Bagi yang sudah bosan berada di rumah akan menganggap hal tersebut merupakan suatu anugerah, mereka akan senang karena dapat kembali jalan-jalan ke mall, membeli barang-barang untuk persiapan lebaran dan bisa kembali mudik ke kampung halaman mereka masing-masing tanpa ambil pusing dengan kondisi sekarang ini. Mereka seakan-akan memiliki 9 nyawa. Adapun yang menganggap hal tersebut suatu malapetaka, karena PSSB yang sebelumnya saja belum bisa memutus rantai penyebaran Covid-19, apalagi kalau diperlonggar, tentu hal itu hanya akan memperburuk situasi. Hanya akan membuat mereka terus menderita.

Pertanyaannya apakah pelonggaran PSSB dapat berjalan secara efektif? Tentu tidak. Meskipun pemerintah menyatakan bahwa mereka membuka pusat pertokoan dan bandara sesuai dengan protokol kesehatan, tetapi bukti di lapangan memperlihatkan hal yang berbanding terbalik. Di mall, para masyarakat berdesak-desakan dimulai dari yang dewasa hingga anak kecil, bahkan masih ada yang tidak menggunakan masker, sedangkan di bandara terjadi penumpukan penumpang, yang artinya itu sudah menyalahi aturan protokol kesehatan.

Hal tersebut tentu mencederai para tenaga medis yang sedang berjuang mati-matian melawan covid-19, para pejuang yang rela mengurung diri di dalam sangkar. Perjuangan mereka akan terasa sia-sia, jika pelonggaran PSBB tetap di berlakukan. Lihat saja pada saat Sebelum pelonggaran PSBB, jumlah pasien yang terinfeksi sebanyak 973 dalam rentan waktu cuma satu hari. Angka tersebut pasti akan terus bertambah apabila pelonggaran terus menerus di berlakukan dan bukan tidak mungkin kita akan selamanya berada di dalam situasi yang sulit ini.

Melihat situasi sekarang ini, seharusnya pemerintah harus lebih memperketat kembali aturan yang berlaku saat ini dan memberikan bantuan kepada masyarakat dengan tepat sasaran. Karena kalau kita terus berlarut-larut dalam hal ini, sampai kapang kita akan di teror oleh Covid-19. Sampai kapan kita akan berada di lubang yang dalam ini dan tentunya dibutuhkan juga kesadaran bagi masyarakat agar angka pasien yang terinfeksi bisa di kendalikan bahkan bisa memutus rantai penyebaran Covid-19.

Penulis: Ihzan, Mahasiswa Prodi Sosiologi Universitas Negeri Makassar.

Ket: Isi tulisan adalah sepenuhnya tanggungjawab penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *