Menteri Sosial Sebut Pembangunan Rehabilitasi Napza dan Odha Terakhir di Takalar, ini Alasannya

waktu baca 4 menit
Menteri Sosial Juliari P Batubara saat meresmikan pembangunan rehabilitasi Napza dan Odha di Kabupaten Takalar, Sulsel.

bukabaca.id, Takalar – Bersama Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Edi Suharto, Menteri Sosial (Mensos)  Juliari P. Batubara meresmikan Loka Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan (LRSKP) NAPZA dan Loka Rehabilitasi Sosial Orang Dengan HIV (LRSODH) “Pangurangi” di Takalar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/02/2020).

Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara prihatin dengan merebaknya dampak penyalahgunaan Napza dan HIV/AIDS di tengah masyarakat. Pada kesempatan yang sama Mensos juga mengingatkan peran penting keluarga dalam membentengi anak dari pengaruh pergaulan bebas.

“Saya ingatkan orangtua untuk ikut menjaga pergaulan anak-anak. Yang punya anak SMP harus mulai hati-hati. Jangan sampai salah bergaul. Lebih baik mencegah daripada menyesal anak-anaknya terkena narkoba,” ucap Mensos Juliari P Batubara.  

Pada peresmian tersebut menjadi sebuah tanda beroperasinya lembaga nasional yang bersifat inklusi, yang menjadi penyangga Indonesia bagian timur dalam hal rehabilitasi sosial kepada korban penyalahgunaan Napza dan orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Pada kesempatan yang sama, Menteri Sosial (Mensos) juga  mengajak semua pihak untuk serius dalam mencegah dan memberantas peredaran ilegal Napza. Tak hanya itu, ia juga prihatin dengan kondisi rumah tahanan yang kebanyakan melebihi kapasitas ditambah penghuninya adalah mereka yang bermasalah dengan Napza. 

“Sebaiknya tidak semua mereka yang bermasalah dengan Napza dikenai hukuman dan ditahan. Bandar dan pengendar mungkin bisa. Tapi para pengguna hemat saya sebagai orang yang bukan ahli hukum, saya kira bisa menjalani rehabilitasi,” tambah Mensos Juliari P Batubara.

Menteri Sosial berharap Kemensos tidak lagi membangun fasilitas rehabilitasi sosial Napza dengan harapan tak ada lagi korban penyalahgunan obat terlarang itu. “Maksudnya, saya berharap suatu ketika tidak ada lagi masyarakat yang  bermasalah dengan Napza. Itu harapan saya,”  ujar Mensos. 

Di lain pihak,  Mensos mengungkapkan bahwa kebijakan program kementerian sosial saat ini berfokus pada peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia penerima manfaat melalui program rehabilitasi sosial maupun penanganan fakir miskin.

Peresmian ditandai dengan Penandatanganan Prasasti UPT “Pangurangi” di Kabupaten Takalar dari Menteri Sosial kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, sebagai simbol mulai beroperasinya lembaga ini. 

Tentang Loka Baru

Berdiri di atas tanah seluas 6,6 Hektar, LRSKP NAPZA dan LRSODH “Pangurangi” di Kabupaten Takalar hadir untuk memberikan layanan yang mengacu pada Program Rehabilitasi Sosial 5 Klaster New Platform (PROGRES 5.0 NP).

Program tersebut adalah layanan rehabilitasi sosial yang bersifat holistik, sistematik dan terstandar untuk 5 klaster Penerima Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang meliputi, korban penyalahgunaan NAPZA, Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Penyandang Disabilitas, Lanjut Usia serta Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang.

Dirjen Rehabilitasi Sosial Edi Suharto menyatakan, peresmian LRSKP NAPZA dan LRSODH “Pangurangi” di Takalar menjadi respon dari program darurat narkoba yang dicanangkan oleh Presiden. Program “Darurat Narkoba” ini dibuat karena hasil survei BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) yang memperkirakan tahun 2015 penyalahguna narkoba di Indonesia 4,1 juta orang atau 2,2% dari total penduduk. 

“Takalar dipilih sebagai lokasi lembaga rehabilitasi sosial berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana disebutkan bahwa Pemerintahan Pusat memiliki kewenangan/kewajiban menyelenggarakan rehabilitasi sosial korban Napza dan HIV.,” kata Edi.

Selain itu, data BNN menunjukkan bahwa angka penyalahgunaan narkoba di Sulawesi Selatan termasuk tinggi, yakni 138.937 orang atau 2,27% dari total penduduk pada tahun 2015, walaupun angka ini kemudian menurun menjadi 1,95%atau sebanyak 133.503 orang pada tahun 2017.

“Perlu kita pahami bersama bahwa, karena lembaga ini milik Pemerintah Pusat, maka Loka ini adalah lembaga Nasional yang bersifat inklusi. Artinya, pelayanan kepada penyalahguna NAPZA dan ODH tidak hanya yang berlokasi di Sulawesi Selatan, tapi mencakup provinsi yang lain, terutama sebagai penyangga wilayah Indonesia Bagian Timur dalam hal rehabilitasi Sosial kepada Korban Penyalahgunaan Napza dan ODH,” kata Edi Suharto.

Loka yang mulai dibangun sejak 2017 ini akan memberi layanan rehabilitasi kepada korban penyalahgunaan NAPZA dalam hal ini disebut penerima manfaat baik yang dirujuk oleh Dinas Sosial setempat maupun oleh keluarga korban. Tentunya penerima manfaat akan melalui beberapa tahap asesmen untuk menentukan rehabilitasi apa yang dibutuhkan oleh penerima manfaat. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *