Partai Pendukung RUU HIP Bisa Tekor di Pilwalkot Makassar

waktu baca 2 menit
Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang penuh kontroversi bisa memberikan pengaruh pada peta perpolitikan di Indonesia. (Foto: Detik.com)

bukabaca.id, Makassar – Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang penuh kontroversi bisa memberikan pengaruh pada peta perpolitikan di Indonesia. Khususnya daerah yang akan menggelar pemilihan kepada daerah (pilkada) serentak 2020 ini, termasuk Kota Makassar.

Banyak kalangan menilai, kritikan terhadap RUU itu bakal menimbulkan dampak masif. Negatif untuk partai politik yang begitu getol mengusulkan RUU ini. Sebaliknya, positif kepada partai yang menolak tegas.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Sukri Tamma, berpandangan bahwa RUU HIP seperti membelah partai menjadi dua kubu. “RUU HIP ini kemudian muncul interpretasi bahwa partai pendukung itu tidak Pancasilais atau tidak mengikuti semangat Pancasila. Sebaliknya yang menolak itu punya semangat mewakili masyarakat,” ujar Sukri, Sabtu (18/7/2020).

Sukri tidak menafikan bahwa apa yang terjadi di pusat juga akan berdampak ke daerah. Untuk politik, tentu mengarah pada pemilihan wali kota dan wakil wali kota (pilwalkot) Makassar. Partai pengusul RUU HIP berpotensi akan kehilangan banyak pendukung. Partai-partai pengusul itu akan tekor.

“Ada kekhawatiran memang karena ini sensitif dan bisa menimbulkan hal-hal riskan,” kata Sukri sambil menambahkan bahwa RUU HIP bukan sebatas pada persoalan ideologi bagi masyarakat, tetapi juga perasaan.

Pada akhirnya pemerintah memang telah secara resmi menarik pembahasan RUU HIP. Sebagai gantinya, pemerintah mengusulkan Rancangan Undang-Undang Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (RUU BPIP).

Pun demikian, kata Sukri, pada masa politik yang sedang hangat-hangatnya seperti sekarang ini, persoalan tidak akan berhenti sampai di situ. Tidak serta-merta RUU HIP ditarik, masyarakat akan lupa begitu saja.

“Kalau ada partai yang tadinya mendukung, itu akan bergantung pada wacana. Kalau di politik hal seperti itu digunakan, itu wajar,” tuturnya. “Tapi saya rasa partai politik sudah menyadari, mungkin karena bersikap sedikit mendukung dan tahu betul ini akan mengganggu kebijakan mereka, mereka sudah menyiapkan segala sesuatunya,” imbuhnya.

Sebelumnya, RUU HIP menuai sorotan lantaran absennya TAP MPRS No XXV/MPRS/1966. Keputusan MPRS tersebut memuat ketentuan pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan PKI sebagai organisasi terlarang, termasuk larangan menyebarkan paham komunisme, marxisme, dan leninisme.

Selain itu, RUU ini dikhawatirkan dapat menghilangkan makna sila pertama Pancasila tentang “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini memicu kekhawatiran di kalangan organisasi massa Islam, seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pembahasan RUU itu dihentikan. (Rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *