Peluang dan Tantangan Petani di Selayar
bukabaca.id – Petani di selayar sampai saat ini masih kesulitan untuk menanam tanaman, seperti jagung karena ada beberapa kendala, diantaranya Babi hutan yang sangat banyak dan ternak liar yang berkeliaran kemana-mana. Sehingga kita dapati sangat sedikit dari petani yang menanam jagung. Itupun hanya untuk di makan saja oleh keluarga dan teman-temannya.
Di Bonerate misalnya, disana tidak ada babi, akan tetapi yang banyak adalah monyet. Di musim tanam jagung atau kacang hijau, yang biasanya dimulai dari bulan desember (musim barat) semua ternak (mayoritas kambing) dikandangkan. jika ada yang berkeliaran dan masuk di kebun orang 1 pohon jagung yang dimakan dikenakan hukum adat sebesar 5000/pohon.
Kendala penanaman jagung di Bonerate tidak didukung oleh kualitas tanah. Kebanyakan lahan mereka adalah lahan berbatu, sehingga memungkinkan petani untuk mengembangkan tanaman jambu mete dimana tantangan mereka juga saat jambu berbuah adalah monyet.
Lain lagi di pulau jampea, komoditas disana didominasi oleh persawahan, jambu mete dan kelapa. Akan tetapi masih ada kendala dalam pengembangannya, yakni ketersediaan sumber daya air.
Hal tersebut berdampak kepada penanaman. Ada yang mampunya 1 kali setahun, akan tetapi ada juga yang 2 kali dalam setahun menanam padi (Mengikuti putaran musim, timur dan barat).
Sekadar diketahui, Pasilambena adalah pulau kecil dan terjauh dari daratan Selayar, butuh waktu sampai 18 jam dengan perahu dari kota Benteng. Pulau ini termasuk penghasil kopra yang lumayan banyak. Perkiraan saya sebagai pedagang, pasilambena mampu memproduksi kopra sampai 350 ton perbulan.
Penghasilan lain dari pulau Pasilambena adalah jambu mete dan kacang hijau dengan sedikit jagung. Disana juga ada Babi, tetapi degan jumlah yang sangat sedikit dengan luas wilayah yang kecil sampai hama babi ini tidak begitu menjadi ganguan bagi petani.
Sementara untuk di daratan Selayar, kita diserbu oleh berbagai macam sayuran dari daerah tetangga, mulai dari Gowa, Takalar, Bantaeng dan Bulukumba. Kenapa sampai ini terjadi?
Menurut hemat kami, karena Selayar tidak didukung oleh sungai yang besar untuk menunjang pengairan tanaman holtikultura. Disamping mayoritas petani Selayar, lebih tertarik ke sektor perkebunan kelapa, jambu mete, kenari, pala dan kemiri. Faktor lainnya adalah hama. Kembali lagi kepada babi dan tentunya ternak yang berkeliaran kemana-mana.
Semakin hari produksi kelapa, kemiri dan juga kenari semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh penebangan pohon untuk kebutuhan lokal (rumah tangga), bisnis dan pembangunan. Tanaman kelapa kita HARUS DIREMAJAKAN, karena pohon kelapa yang kita lihat hari ini adalah pohon kelapa 40 sampai 60 tahun yang lalu, dimana orang tua/kakek kita yang menanam pohon itu tidak pernah kita lihat. Tanpa perhatian yang serius kelapa akan bernasib sama dengan kapas, kopi dan juga lada yang hilang dengan sendirinya sebagai komoditi unggulan Selayar di masa lalu. Kalau dilaut kita bangga dengan karang, saat ini di darat kita bangga dengan kelapa. Tanpa Karang kita bukan Selayar, begitu pula halnya Tanpa Kelapa kita Bukan Selayar.
Bagaimana dengan Jeruk? Yang menjadi Simbol/Lambang Selayar? Apakah akan bernasib serupa dengan Kapas, kopi dan lada? Kita semua akan menjadi saksi kepunahan jeruk Selayar jika tidak ditangani dengan tepat dan dalam waktu yang singkat. Dimasa lalu tahun 60, 70 dan 80an banyak petani kita yang terus menanam pohon ini. Seiring pergantian generasi, banyak anak-anak mereka yang sukses, kebun jeruk akhirnya tidak terurus dengan baik. Petani baru yang hadir kemudian ternyata beralih ke komoditi lainnya seperti jambu mete yang mulai ditanam sekitar 30 tahun yang lalu. Kemiri dan juga kenari yang saat ini mendominasi di kecamatan bontosikuyu yang dulu di dominasi oleh tanamam jeruk. Demikian juga jambu mete yang mendominasi kecamatan bontomatene yang dahulu di dominasi oleh tanaman jeruk. Pertanyaannya adalah Bagaimana mengembalikan kejayaan jeruk Selayar? Yang saya khawatirkan akan menjadi simbol masa lalu yang sudah diwakili oleh ‘Patung Jeruk’ di bibir kota Benteng.
Bagaimana dengan Hama? Utamanya babi. Selayar adalah pulau dengan panjang 80 KM dengan lebar ditengah pulaunya 13 KM. dari data yang saya peroleh hasil pengukuran dengan Google Earth, sangat memungkinkan untuk menjadikan Selayar Tanpa Hama Babi. Lewat gerakan serentak dan menyeluruh tentu harapan diatas bisa menjadi kemyataan. Apalagi budaya masyarakat kita sudah sangat terbiasa dengan berburu babi (papurang bahi). Jika faktor penggangu yang satu ini bisa kita hilangkan, mimpi masyarakat selayar untuk bercocok tanam utamanya tanaman holtikuktura sudah dapat dilaksanakan. Tentu dibarengi dengan penertiban hewan ternak yang berkeliaran kemana-mana.
Terakhir..kami.mohon maaf jika ada yang tidak tepat dari tulisan diatas terkait dengan pertanian di Selayar.
Penulis: Andi Mahmud
(Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar)