Pengamat: Elite Partai Sebenarnya Tahu Siapa Jagoan Pilwalkot Makassar 2020
bukabaca.id, Makassar – Kalangan pengamat mengemukakan pandangan bahwa partai politik (parpol) pada kontestasi di Kota Makassar cenderung pragmatis dalam penentuan usungan. Itu karena figur yang akan bertarung tidak “murni” punya kedekatan ideologi dengan partai.
Mohammad Ramdhan Pomanto (Danny) berlatar belakang profesional sebelum bergabung dengan Gerindra. Kemudian, Syamsu Rizal (Deng Ical) sebelumnya adalah kader partai lain, tetapi kini diusung partai lainnya lagi. Lalu, Munafri Arifuddin (Appi) berlatar belakang pengusaha, sedangkan Irman Yasin Limpo (None) dari kalangan birokrat.
Maka muncul kecenderungan partai hanya akan mendukung dengan melihat potensi keterpilihan, tidak lagi kedekatan secara parpol. Hal inilah yang menjadikan pergerakan politik sulit ditebak.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Ibnu Hadjar Yusuf, punya pandangannya sendiri terkait pemetaan para kontestan. Menurutnya, semua figur punya peluang untuk menang, tetapi apabila masuk pada wilayah ketokohan akan merujuk pada calon tertentu yang memiliki peluang lebih besar.
Menurutnya, Danny Pomanto yang notabene mantan Wali Kota Makassar dengan sederet terobosan, jadi yang terdepan. “Pak Danny sangat besar peluangnya. Dia incumbent, program begitu mengakar dan itu sangat dirasakan warga,” kata Ibnu kepada awak media, Selasa (21/7/2020).
“Deng Ical adalah mantan wali kota, tetapi saat menjabat Pak Danny yang memegang peranan. None mantan Kadis Pendidikan (Sulsel) juga klan Yasin Limpo. Sementara Appi seperti diketahui punya sokongan Bosowa. Semuanya berpeluang, tetapi kalau soal ketokohan Pak Danny memang memiliki peluang, paham betul soal kepemimpinan,” bebernya.
Ibnu menjelaskan, apabila dikembalikan kepada partai, secara subjektif mereka tentu akan punya jagoan masing-masing. Akan tetapi, jika penilaiannya objektif, maka akan merujuk pada satu nama, yakni Danny Pomanto.
“Partai seharusnya memilih ideal dalam pandangan objektif, bukan subjektif. Karena pasti partai juga memikirkan nasib warga ke depan dan itu bisa dilihat dari pemerintahan sebelumnya. Elite paham soal itu,” beber Ketua PB HMI periode 2010-2012 itu.
Ibnu melanjutkan, partai juga akan dinilai publik dalam memilih figur. “Masyarakat sudah cerdas melihat itu. ‘Oh ya partai ini memilih sesuai pilihan masyarakat’. Jadi nafikanlah tarik menarik, tapi objektiflah memilih. Ini yang penting,” ucapnya.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Andi Ali Armunanto, turut menyebut bahwa kecenderungan partai saat ini memang cenderung pragmatis. Mereka mencari mesin politik yang sudah jadi. “Partai seperti tidak mau bekerja, tetapi mau mendapat hasil maksimal,” katanya.
Ali Armunanto menilai, partai yang mau bekerja serius itulah yang nantinya menjadi pembeda. Dia pun menyentil akan ada partai yang nantinya jadi “pete-pete”, partai itu hanya sebatas pengangkut kandidat. “Ada juga memang partai yang hanya cari mahar. Ada juga yang datang dengan membawa kepentingan partai sendiri,” tuntasnya. (*)