Pilkada & Alasan Mengapa Netralitas ASN Rutin Dipertanyakan
bukabaca.id, Kepulauan Selayar – Menjelang Pilkada Kabupaten Selayar yang sebentar lagi dilaksanakan, masing-masing kandidat calon bupati telah tancap gas untuk berkampanye. Untuk mewujudkan itu, tentu bukanlah hal yang mudah. Para kandidat harus menyiapkan strategi jitu untuk menang. Berbagai cara bisa dimanfaatkan dari ambisi mendapat kekuasaan. Satu dari sekian banyak persoalan yang kerap terulang saat Pilkada adalah netralitas para Aparatur Sipil Negara (ASN) di seluruh Indonesia.
Menyoal Pilkada, tentu yang menjadi sorotan yaitu masih netralkah ASN itu? Kenapa lagi dan lagi netralitas ASN itu yang menjadi sasaran. Bukankah netralitas itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, penyelenggara pelayanan publik dan perekat dan pemersatu bangsa. Bahkan untuk melaksanakan fungsi tersebut, pegawai ASN diberikan kewenangan mengelola keuangan serta aset negara, menggunakan fasilitas negara dan membuat kebijakan yang berdampak pada masyarakat luas, agar kewenangan tersebut tidak disalahgunakan yang hanya memberikan keuntungan kelompok tertentu, maka pegawai ASN harus bersikap netral.
ASN, tidak diperbolehkan menggunakan uang bahkan aset negara untuk kepentingan kelompok tertentu. Selain itu, ia juga dilarang membuat kebijakan yang bersifat diskriminatif dan mengutamakan pelayanan hanya kepada kelompok tertentu saja. Artinya ASN itu tidak berhak memihak salah satu masing-masing calon dan tidak dapat terlibat baik dalam mensosialisasikan apalagi ikut kampanye.
Khusus di Kabupaten Selayar, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat sudah menghimbau kepada ASN dan kepala desa untuk menjaga netralitas pada pada kontestasi pesta demokrasi lima tahunan. Kendati begitu, peluang ASN untuk terlibat pada politik praktis masih sangat besar menurut hemat penulis. Himbauan tersebut masih menyisakan tanda tanya tentunya itu dan masih menjadi teka-teki. Lantas, apa penyebab ASN itu tidak netral?
Pertama soal jabatan. ASN mungkin tidak netral karena mencari keberuntungan untuk mendapatkan jabatan yang lebih baik jika calon mereka yang berhasil goal maka pundi-pundi jabatan telah di depan mata. Banyak yang tergiur akan jabatan yang di janjikan sang calon jika sudah terpilih. Kondisi inilah yang membuat ASN terkadang jadi dilema.
Kedua, soal proyek. Selain janji kampanye untuk rakyat, para politikus kerap menjanjikan sesuatu yang lebih menggiurkan untuk para pendukung. Bicara soal kepala daerah tentu kita bicara pembangunan hingga ke polosok negeri. Kondisi ini bisa dimanfaatkan para ASN rakus untuk memperkaya diri tapi lupa sang Maha Kuasa (Allah Swt). Menangani proyek besar tentu menjadi daya tarik tersendiri. Oleh sebab itu, momentum Pilkada bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan setimpal saat kampanye.
Ketiga, takut ASN mungkin tidak netral karena mencari aman takut dipindah tugaskan terlalu jauh dari keluarga tercinta.
Penulis: Andi Asywid Nur, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar.
Ket: Tulisan ini dalam bentuk opini. Isi tulisan seluruhnya adalah tanggungjawab penulis.