Potensi Ekonomi Digital Indonesia 1800 Triliun, Ini Tantangannya
bukabaca.id, Makassar – Bank Indonesia berupaya untuk mendorong pembayaran elektronik berbasis barcode atau Quick Response (QR) Code Indonesian Standard (QRIS) di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Pasalnya, sebagian besar masyarakat di kawasan timur belum mengenal transaksi metode digital dan masih terbilang cukup rendah.
Padahal populasi milenial di wilayah KTI cukup potensial. Bahkan diprediksi potensi ekonomi digital Indonesia pada tahun 2025. Diperkirakan akan bisa mencapai US$ 130 miliar atau setara Rp 1.806,87 triliun.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulawesi Selatan, Bambang Kusmiarso menjelaskan, populasi milenial di wilayah KTI diperkirakan dapat mencapai 20,2 juta atau 7,4 persen dari populasi penduduk Indonesia pada 2020.
“Hasil survei konsumen BI bahwa generasi milenial memiliki optimistis yang lebih tinggi terhadap perekonomian, tercermin dari tingginya IKK [indeks keyakinan konsumen] kelompok umur 20-30 tahun pada 2019,” kata Bambang dalam acara Kawasan Timur Indonesia Digital Festival 2020 di Makassar, Sabtu malam (11/1/2020).
Potensi lainnya, untuk bisa mengembangkan transaksi digital di KTI, sambung Bambang karena kini sudah beroperasinya proyek Palapa Ring, yang dapat meningkatkan tingkat penetrasi ponsel dan internet.
Bambang juga menyampaikan, tantangan utama di KTI dalam perkembangan ekonomi dan keuangan digital yakni kurangnya digital literacy terhadap masyarakat.
“Preferensi masyarakat dan indeks literasi keuangan di wilayah KTI cenderung lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya. Itu yang menjadi faktor penghambat yang sangat berpengaruh dalam menghadapi era digital,” ucap Bambang.
Sementara Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) Bank Indonesia, Ricky Satria mengamini apa yang dikatakan Bambang.
Menurut Ricky, kendala transaksi non tunai belum marak di KTI. Hal itu disebakna karena, kurangnya edukasi masyarakat tentang sistem perbankan maupun mekanisme transaksi lain yang menggunakan metode digital.
“Yang ngelakuin campaign kan baru BI. Teman-teman industri lagi godok ini campaign. Jadi memang masih tahap awal,” kata Ricky.
Untuk itu, pihaknya terus melakukan edukasi dengan mengadakan road show ke masyarakat hingga sekolah dan universitas.
Hambatan lainnya, karena kurang kuatnya jaringan telekomunikasi yang merupakan kunci dalam bertransaksi menggunakan QR Code.
“Ada daerah tertentu yang terpencil itu masalahnya sinyal. Tapi kita nggak mau nunggu sinyal siap terus baru jalan. Mudah-mudahan sambil jalan ini bisa diatasi,” harapnya.
Untuk mengatasi masalah jaringan, Direktur Eksekutif Departemen Penyelenggaran Sistem Pembayaran (DPSP) Pungki Wibowo mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
“Soal jaringan BI bekerjasama dengan Kemkominfo untuk supaya kita bisa masuk ke daerah-daerah,” ucapnya. (*)