Sejarah Sistem Ekonomi Merkantilisme dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia

waktu baca 5 menit

bukabaca.id, Makassar – Perkembangan ekonomi tidak terlepas dari sistem ekonomi yang digunakan, merkantilisme termasuk sistem ekonomi yang digunakan pada abad ke-XVI hingga abad ke-XVIII. Sistem ekonomi ini bertujuan untuk melakukan aktivitas ekspor sebanyak mungkin demi mendapatkan emas atau logam mulia.

Logam mulia digunakan sebagai alat pembayaran pada saat itu, sehingga negara yang kaya adalah negara yang memiliki banyak logam mulia. Dalam sistem merkantilisme, negara berusaha untuk mengoptimalkan aktivitas perdagangan luar negeri dalam rangka mendapatkan keuntungan yang melimpah melalui ekspor.

Adapun kebijakan dari sistem ekonomi merkantilisme, yaitu: menciptakan koloni di luar negeri, melarang daerah koloni untuk melakukan perdagangan dengan negara-negara lain, melarang ekspor emas dan perak, dan memberikan subsidi ekspor.

Teori merkantilisme berpadangan bahwa negara yang ingin kaya dan kuat haruslah melindungi perekonomiannya dengan melakukan ekspor yang lebih besar dibandingkan impor, sebab surplus ekspor yang dihasilkan akan menjadi sumber pendapatan bagi negara. Pada perkembangannya, sistem merkantilisme dijadikan sebagai salah satu stimulan bagi bangsa Eropa untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan kolonialisasi diberbagai belahan dunia. Sehingga tidak heran jika Indonesia dijajah oleh bangsa Eropa, sebab banyak pedagang Eropa yang melakukan hubungan perdagangan dengan masyarakat Indonesia saat itu.

Selain itu, dampak dari sistem ekonomi merkantilisme terhadap Indonesia ialah adanya imperialisme yang membuat Indonesia dijajah bangsa barat. Adapun motif merkantilisme ini berhubungan dengan konsep 3G (Gold = kekayaan, Glory = kejayaan, Gospel = menyebarkan agama) (Dr. M. natsir, S.E., 2013).

Indonesia merupakan negara penghasil komoditas rempah-rempah yang sangat dicari di pasar Internasional. Kehadiran kongsi dagang Eropa di Indonesia pada pada abad ke-XVI bertujuan untuk menguasai dan memonopoli perdagangan di Indonesia melalui jalur politik dan peperangan.

Interaksi dan ekspansi antarnegara bertujuan untuk efisiensi ekonomi yang pada akhirnya negara-negara maju berevolusi menjadi kaum penjajah dan tidak lagi menganggap negara kecil yang kaya Sumber Daya Alam (SDA) sebagai mitra dagangnya. Pada era merkantilisme, ada dua kebijakan utama yang dianggap berpengaruh besar terhadap kesejahteraan negara, yakni surplus perdagangan dan jumlah logam mulia yang dimiliki negara.

Pada saat logam mulia menjadi alat transaksi perdagangan antarnegara, maka negara yang memiliki cadangan emas dan perak terbanyak dianggap paling kaya dan sejahtera. Model kebijakan tersebut pada akhirnya dikritik oleh David Hume dengan teori Price-Specie Flow Mechanism yang mengatakan bahwa melimpahnya logam mulia justru akan menimbulkan inflasi luar biasa dan bahkan dapat meningkatkan arus impor ke dalam sebuah negara. Namun kritik David Hume terhadap model kebijakan tersebut tidak dihiraukan oleh negara-negara yang menganut sistem ekonomi merkantilisme (Faruq & Mulyanto, 2017).

Sejak Indonesia mulai terlibat dalam WTO pada tahun 1994, maka Indonesia telah resmi menjadi anggota organisasi perdagangan dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indonesia pada bulan September 2021 mencapai 4,37 miliar dolar AS, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan surplus bulan sebelumnya sebesar 4,75 miliar dolar AS.

Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia terus mencatat nilai positif sejak bulan Mei 2021. Neraca perdagangan Indonesia pada Januari-September 2021 secara keseluruhan mencatat surplus 25,07 miliar dolar AS, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun 2020 sebesar 13,35 miliar dolar AS (Statistik, 2021).

Bank Indonesia memandang surplus neraca perdagangan tersebut berkontribusi positif dalam menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia. Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk mendukung pemulihan ekonomi. Surplus neraca perdagangan September 2021 dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang tetap tinggi.

Pada September 2021, surplus neraca perdagangan nonmigas sebesar 5,30 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada Agustus 2021 sebesar 5,73 miliar dolar AS. Ekspor nonmigas pada September 2021 tetap kuat yakni sebesar 19,67 miliar dolar AS, meskipun menurun dibandingkan dengan capaian pada bulan sebelumnya sebesar 20,36 miliar dolar AS (Bank Indonesia, 2021).

Ekspor komoditas berbasis Sumber Daya Alam (SDA), seperti bahan bakar mineral termasuk batu bara dan produk manufaktur, seperti: besi dan baja, kendaraan dan bagiannya, serta mesin dan peralatan mekanis tercatat meningkat. Ditinjau dari negara tujuan, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang tetap tinggi seiring dengan pemulihan permintaan global. Sementara itu, impor nonmigas tetap kuat pada seluruh komponen, sejalan dengan perbaikan ekonomi domestik yang berlanjut. Adapun, defisit neraca perdagangan migas relatif stabil dari 0,98 miliar dolar AS pada Agustus 2021 menjadi 0,93 miliar dolar AS pada September 2021.

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2021 neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sehingga menambah sumber pendapatan negara pada tahun ini. Adanya pandemi Covid-19 membuat perekonomian Indonesia menjadi lesu pada tahun 2020, di harapkan pada tahun 2021 dapat kembali stabil. Melalui surplus neraca perdagangan, yaitu ekspor yang lebih besar dibandingkan impor, secara tidak langsung hal ini merupakan bentuk penerapan sistem ekonomi merkantilisme di Indonesia, dimana jumlah ekspor lebih besar dibandingkan impor.

Adapun kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan ekspor Indonesia pada perdagangan Internasional, diantaranya: memberikan subsidi ekspor kepada para eksportir, meningkatkan percepatan penggunaan teknologi canggih kepada para eksportir, memberikan pelatihan seperti seminar kepada para eksportir, membantu ekportir untuk meningkatkan kualitas SDM mereka agar produk yang dihasilkan dapat bersaing di kancah Internasional, dan memudahkan para eksportir dalam administrasi saat melakukan perdagangan Internasional.

Referensi:

Bank Indonesia. (2021). Data Neraca Perdagangan. Dr. M. natsir, S.E., M. S. (2013). Sejarah Perkembangan Pemikiran Ekonomi (p. 300).
Faruq, U. Al, & Mulyanto, E. (2017). Sejarah Teori-Teori Ekonomi (Issue 1).
Statistik, B. P. (2021). BPS Indonesia Tahun 2021. In Statistik Indonesia 2020 (Vol. 1101001).
https://www.bps.go.id/publication/2021/04/29/e9011b3155d45d70823c141f/statistik-indonesia-2021.html

Citizen Reporter: Abd. Malik Adlu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *