Sejatinya Ber-KKN dan Citra Kampus Bak Telur di Ujung Tanduk

waktu baca 4 menit

bukabaca.id, – Dalam dunia pendidikan, terdapat banyak metode atau kegiatan yang dilakukan oleh para mahasiswa demi terwujudnya harapan masyarakat luas yaitu “Agent Of Change”.

Berbagai kegiatan yang dilakukan pihak kampus dalam memperbaiki dunia pendidikan itu sendiri. Sering kita jumpai ragam warna almamater berada tengah masyarakat dengan maksud dan tujuan yang sama yaitu mengabdi.

Kuliah Kerja Nyata (KKN) dilakukan mahasiswa yang diterapkan kampus dalam mengaplikasikan Tri Darma perguruan tinggi. Ada begitu banyak pandangan yang diperoleh ketika berada di tengah masyarakat. Terkadang apa yang kita pikirkan tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan dalam hal ini di pedesaan. Kehidupan masyarakat desa yang masih berpegang teguh pada budaya dan pola hidup yang masih kental dengan sistem kedaerahannya.

Melihat kondisi masyarakat yang bersikukuh dengan budaya dan pola hidup tersebut. Peran mahasiswa saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) begitu dibutuhkan. Bahkan masyarakat selalu mendambakan setiap tahunnya ada anak KKN yamg kemudian ditempatkan di desa masing masing. Mindset yang terbangun ditengah masyarakat mengenai anak KKN begitu baik karena dianggap orang yang tahu akan segalanya.

KKN dan Masyarakat adalah dua hal yang susah dipisahkan. karena sejatinya akan terus menyatu dan saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai mahasiswa, ilmu yang didapatkan dibangku perkuliahan tidak semestinya hanya untuk dirinya semata. Akan tetapi dengan ilmu tersebut diharapkan bisa diamalkan orang lain. Lewat kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang ia dapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di masyarakat. Sesungguhnya proses memanusiakan manusia akan nampak bernilai ibadah ketika ilmunya mampu di aplikasikan di masyarakat. Masyarakat begitu senang ketika ilmu yang didapatkan saat mahasiswa KKN mampu bermanfaat di daerahnya.

Ada ribuan mahasiswa KKN yang selalu hadir di masyarakat. Terkadang banyak kegiatan yang dilakukan anak KKN di pedesaan termasuk dalam hal melahirkan program kerja yang memang sangat dibutuhkan oleh desa yang di tempati ber-KKN. Maka hal terpenting yang harus dilakukan dalam menentukan program kerja dibutuhkan masyarakat adalah suatu metode observasi menjadi strategi jitu.

Sebuah analogi sederhana perihal pohon rambutan yang berbuah lebat. Akan tetapi buahnya tak dapat dinikmati semua orang karena si pemilik enggan untuk berbagi. Lambat laung buah rambutan berjatuhan tak jauh dari pohonnya. Tak ada yang mencicipi bahkan memungutinya karena dinilai haram bagi orang lain. Pendeknya, buah rambutan yang tadinya bisa dijadikan amal ibadah dalam hal berbagi kepada sesama. Kini, menjadi sajian belatung dan tak akan berguna bagi siapa pun. Demikianlah analogi sederhana dalam memahami betapa penting mengamalkan ilmu di tempat pengabdian atau ber-KKN. Sejatinya, ilmu pengetahuan yang dimiliki akan berguna jika dapat diamalkan dan bisa memberi pengaruh kepada orang lain.

Berbicara perihal KKN, ilmu, dan, masyarakat memang sudah terpatri dalam ingatan setiap insan bahwa ketiga hal itu pasti dilakukan mahasiswa. Akan tetapi, sejatinya ber-KKN bukan hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban semata. Mahasiswa dalam hal ini punya tanggung jawab yang besar. Menjaga nama baik almamater adalah hal utama. Tak hanya itu, ia juga dituntut membuat sebuah gebrakan baru yang bisa bermanfaat di tempat mengabdi. Inovatif, cerdas, dan memiliki kepekaan yang tinggi juga menjadi penunjang berhasilnya proses KKN. Jika melirik pada realita yang ada hari ini. Para kaum terpelajar dari berbagai kampus yang mengabdi di desa justru dihadapkan pada problem kebiasaan bawaan mereka saat tinggal di kos. Bangun jam 9 pagi, terlambat menunaikan salat subuh berjamaah, bahkan tak sedikit yang tidak tahu membaca Al-Qu’an. Lebih ironisnya lagi ada yang tak menunaikan salat 5 waktu tapi beragama Islam. Sesaat nilai kebaikan atau citra para pengabdi itu luntur saat kebiasaan di kota mereka hadirkan di pedesaan. Nama almamater dengan julukan yang indah dan menawan itu harus ternodai. Citra kampus yang dulunya diidam-idamkan akan kehadirannya oleh masyarakat sirna seketika. Kehadirannya kini seperti benalu yang tak lain adalah sebagai pengganggu. Awal kehadiran mereka saat datang ke pedesaan disambut bak artis kota yang sedang berlibur.

Kembali pada paragraf sebelumnya. Bekal menjadi seorang anak KKN tak hanya bermodalkan keinginan dan materi saja. Penulis dalam hal ini tak memiliki niat mengucilkan pihak mana pun. Sebagai mahasiswa yang dipandang masyarakat kaum terpelajar atau terdidik, perlunya untuk saling mengingatkan. Alangkah bijaknya jikalau para pengabdi sebelum ditempatkan untuk ber-KKN, pihak kampus memeriksa bekal yang akan disajikan nantinya. Perlu adanya regulasi khusus yang mengatur KKN. Agar para mahasiswa yang mengabdi tak hanya sebatas formalitas belaka.

Penulis : Wawan Harun, mahasiswa jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UINAM.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *