Sikapi Pelaporan Kasus UU ITE, Jokowi Minta Kapolri Hapus Pasal-Pasal Karet
bukabaca.id, Jakarta – Presiden RI, Joko Widodo ingin agar Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo lebih selektif menyikapi pelaporan berdasar UU ITE.
Tak hanya itu, pihaknya juga menginginkan bahwa untuk menghapus pasal-pasal karet yang multitafsir oleh masyarakat serta ia menginginkan tercipta ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, dan produktif.
Melalui akun Twitter pribadinya, Presiden Jokowi memberi perhatian soal kasus UU ITE yang cukup menghebohkan. Presiden Jokowi menjelaskan ada warga saling lapor ke polisi dengan UU ITE menjadi rujukan hukumnya.
“Belakangan ini sejumlah warga saling melapor ke polisi dengan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya,” tulis Presiden Jokowi, seperti yang dilihat bukabaca.id, Rabu (17/2/2021).
Presiden Jokowi juga memerintahkan kepada Kapolri untuk lebih selektif dalam menyikapi laporan seperti itu. Serta mengingatkan untuk hati-hati dalam menerjemahkan pasal yang multitafsir.
“Saya memerintahkan Kapolri lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan seperti itu. Pasal-pasal yang multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati,” ungkap Jokowi.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa semangat awal UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia. Namun, katanya perlu untuk direvisi jika implementasinya ternyata menimbulkan ketidakadilan.
“Semangat awal UU ITE adalah untuk menjaga agar ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika, dan produktif. Kalau implementasinya menimbulkan rasa ketidakadilan, maka UU ini perlu direvisi,” jelasnya.
Tak hanya itu saja, Presiden Jokowi juga memerintahkan untuk menghapus pasal yang karet dan multitafsir dan mudah diinterpretasikan sepihak.
“Hapus pasal-pasal karet yang multitafsir, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” pungkas Jokowi.
Sekadar diketahui memang permasalahan UU ITE ini cukup membuat banyak pihak angkat komentar. Hal ini bermula dari pernyataan Presiden Jokowi yang meminta masyarakat untuk mengkritik pemerintahan dan dirinya. (*)