Social Distancing, Hanya Media Komunikasi yang Dapat Diandalkan di Tengah Covid-19

waktu baca 3 menit
Andi Nurfadillah, Mahasiwi Prodi Sosiologi UNM.

bukabaca.id, Makassar – Social distancingmerupakan salah satu langkah pencegahan dan pengendalian infeksi virus Corona dengan menganjurkan orang sehat untuk membatasi kunjungan ke tempat ramai dan melakukan kontak langsung dengan orang lain. Kini, istilah social distancing sudah diganti dengan physical distancing oleh pemerintah. Ketika menerapkan social distancing, seseorang tidak di perkenankan untuk menjabat tangan serta menjaga jarak setidaknya 1 meter saat melakukan interaksi dengan orang lain, terutama kepada orang yang sedang sakit atau beresiko tinggi menderita Covid-19. Dan ketika social distancing di berlakukan hanya ada media komunikasi yang dapat di andalkan untuk saat ini.

Maraknya penyebaran Virus Covid-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan social di masyarakat yang salah satunya di dukung dengan teknologi komunikasi. Masyarakat harus di tuntun bisa dan terbiasa. Perubahan terjadi pada saat berkomunikasi, cara berpikir, dan cara berperilaku manusia. Dulu, seseorang melakukan interaksi secara langsung, tapi sekarang harus menjaga jarak demi kebaikan bersama. Kita dapat melihat informasi-informasi tanpa harus keluar rumah, hanya dengan melihat informasi melalui TV, atau pun situs internet.

Social distancing atau menjaga jarak tidak membuat kita “mati gaya”. Hanya belum sepenuhnya terbiasa dalam keseharian hidup pada pengalihan ruang fisik ke ruang virtual. Komunikasi digital sangat dekat di sekitar kita yang sebenarnya berkontribusi besar. Kita tetap bisa bersosialisasi melalui berbagai media di era globalisasi ini yang menuntut pada kecanggihan komunikasi digital untuk tetap berinteraksi sosial. Media-media yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai media pemasaran, media interaksi, media pembelajaran. Jembatan komunikasi melalui media-media tersebut tentunya dapat memberikan edukatif, informatif, dan persuasif. Media yang dimaksud digunakan tanpa melakukan kontak fisik di antaranya   tik tok, twitter, facebook, instagram, line, dan whatsapp.

Bukankah ini sudah menjadi gaya hidup kita, termasuk orang Indonesia? Misalnya, kebiasaan bangun tidur langsung mencari gadgetnya meskipun sebatas cek pesan masuk, lihat status, dan lainnya. Saat belum terjadi wabah pandemik Covid-19, kita seringkali disibukkan dengan aktivitas melalui komunikasi sosial yang di mana komunikasi dilakukan tidak harus kontak fisik atau tatap muka. Artinya masyarakat tetap bisa melakukan interaksi sosial dengan menggunakan teknologi komunikasi, terutama media sosial. Kala itu sempat menjadi kekhawatiran, terutama untuk generasi penerus, dalam lunturnya keakraban secara langsung karena masing-masing seperti memiliki dunianya sendiri. Namun sekarang seolah melempar kesalahan pada kebijakan pemerintah dengan adanya pembatasan jarak sosial. Teknologi saat ini sudah berkembang demikian pesat sehingga kita bisa tetap saling terhubung tanpa harus secara fisik berada di dalam ruangan atau tempat yang sama. Maka socialdistancing atau pembatasan sosial, dalam Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID-19 di Indonesia, adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah. Hal ini ditujukan pada semua orang di wilayah yang diduga terjangkit virus corona.

Penyebaran virus corona menjadi ancaman serius bagi dunia. Semakin meningkatnya pasien yang terkena virus corona, socialdistancing ini mengarahkan masyarakat mengurangi interaksi sosialnya dalam menghadapi pandemic Covid-19.

Pengurangan interaksi sosial melalui socialdistancing guna pencegahan penyebaran virus corona yang lebih meluas ini dengan cara masyarakat pembatasan penggunaan fasilitas umum dan menjaga jarak interaksi. Masyarakat diminta untuk berdiam di rumah dengan melakukan belajar dari rumah bagi pelajar, bekerja dari rumah (WorkFromHome/WFH), dan tidak melakukan aktvitas ke tempat-tempat keramaian guna memutuskan mata rantai penyebaran yang kian bertambah. Interaksi kita memang terbatas pada jarak, namun tidak terbatas dalam berinteraksi meskipun ada kalanya akan lebih efektif jika dilakukan secara komunikasi langsung secara tatap muka dalam satu ruang (komunikasi interpersonal).

Penulis: Andi Nurfadillah, Nim : 1763142003 tulisan ini merupakan tugas essay Sosiologi Komunikasi, Universitas Negeri Makassar (UNM).

Ket: Isi tulisan adalah sepenuhnya tanggungjawab penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *