Tantangan Perkawinan di Masa Lalu
Hal ini terjadi sebagai aturan yang tidak tertulis di masa itu, yang jika bukan sepadannya akan berakhir pada penolakan dibarengi siri’ (malu). Kecuali jika pernikahan itu dilalui proses assilariang.
Kelong berikut kembali memberikan informasi kepada generasi sekarang bahwa di masa lalu tidak mudah untuk mendapatkan gadis yang diinginkan, karena tidak semua gadis bisa didapatkan jiwa dan raganya, pikiran dan hatinya, karena kebanyakan para gadis remaja sangat patuh dan taat kepada orang tua mereka.
Pangngainnapa ammakku
Panjo’jo’napa bijangku
Ampama jammeng
Ri ana’ to sunggunni
Pangngainnapa ammakku, jika ibuku mengizinkan, panjo’jo’napa bijangku, dan direstui oleh keluargaku, ampama jammeng, saya akan menikah, ri ana’ to sunggunni, dengan seorang anak dari keluarga yang mampu.
Si gadis yang menyanyikan kelong-kelong diatas adalah contoh seorang anak gadis yang rela dan ikhlas untuk dijodohkan dengan seorang laki-laki yang diinginkan oleh ibunya dan disukai oleh keluarganya. Tentu pihak orang tua ingin agar anak gadisnya mendapatkan pemuda dari latar belakang keluarga yang mampu, agar kelak setelah berkeluarga mendapatkan kehidupan yang layak dan bahagia.
Konni-konni to sunggunni
Nalajanjang maki tuna
Lataro jaki
Nalaboja sinrapanna
Usaha mendapatkan kehidupan yang mapan dalam mencari pendamping hidup digambarkan dengan sangat jelas dalam kelong diatas, konni-konni to sunggunni, saat ini orang yang kehidupannya mapan dan bahagia, nalajanjang maki tuna, seandainya dia melihat seseorang yang kurang mampu/miskin, lataro jaki, akan diabaikannya, nalaboja sinrapanna, kemudiaan pergi mencari pasangan yang sesuai dengannya.
Apakah kelong ini perlambang dari cinta materi? Hal ini dapat dijelaskan bahwa dimasa lalu golongan dari orang-orang yang mampu akan mencari calon istri/suami dari sesama mereka, kelong diatas juga menyampaikan informasi bahwa golongan orang yang mampu secara materi tidak mencari calon istri/suami dari kalangan yang tidak mampu secara materi/miskin.
Mate pattajammu pagahe
Juru tulisi’na cama’
Lahako jammeng
Tulalungang ceregenna
Dalam kasus tertentu, banyak diantara para gadis ingin memiliki calon suami yang mempunyai kehidupan yang sudah mapan seperti misalnya kelong diatas menggambarkan sorang gadis yang menginginkan suami seorang pegawai kantor (ASN, istilah sekarang ini), padahal banyak pemuda lain yang menyukainya, tetapi dimata si gadis pemuda itu bukan impiannya, bukan juga harapannya. Diakhir cerita, pemuda ini kemudian bernyanyi dengan kelong diatas, bahwa ternyata apa yang diharapkan oleh gadis tadi tidak menjadi kenyataan, diapun akhirnya mendapatkan suami pemabuk (tulalungang ceregenna).
Dalam beberapa kasus ditemukan juga bahwa pihak keluarga perempuan sudah memberikan izin kepada pihak laki-laki untuk datang melamar anak gadisnya, namun setelah menunggu beberapa lama pihak dari keluarga laki-laki tidak kunjung datang melamar. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan dari pihak perempuan, apakah mereka tidak menginginkan anaknya untuk menjadi menantu atau mungkin ada alasan lain yang menjadi sebab belum ada lamaran kepada anak gadisnya? berikut rekaman kelong dari masa lalu yang memberikan gambaran tentang situasi diatas?
Passiringang sallo tajang
Benteng sallo ngantalai
Na tola’ baung
Gele geo’ ri tampa’na
Sangat indah untaian kelong diatas yang menggambarkan dengan sempurna situasi pihak perempuan dan situasi dari pihak laki-laki. Na tola’ baung, sebagai perumpamaan dari pihak laki-laki, gele geo’ ri tampa’na, belum melakukan persiapan untuk pergi melamar pihak perempuan. Kenapa sampai hal ini terjadi? Beberapa alasan yang mungkin antara lain mahar/sunrang yang disiapkan, uang belanja atau uang panai dan persiapan pesta lainnya.
Bagaimama dengan sunrang? Adat mengatur bahwa sunrang itu dari berbagai jenis, tergantung dari apa kesepakatan antara pihak laki-laki dan pihak perempuan, tetapi yang umum digunakan adalah dalam rupa pepohonan, utamanya pohon kelapa sebanyak 88 pohon. Terkait urusan uang belanja atau doe’ panai ditentukan oleh kesepakatan masing-masing. Sama halnya dengan persiapan pesta lainnya.
Jika sedikit kemampuan yang dimiliki oleh pihak laki-laki, tetapi perkawinan ini harus dilaksanakan karena sudah terlanjur siri’ misalnya, maka bentuk mahar/sunrang dan doe’ panai atau uang belanja diserahkan apa adanya sesuai kemampuan dari pihak laki-laki. Kondisi ini juga digambarkan dalam kelong-kelong seperti berikut:
Lepa-lepa batang bito
Sombala taha tiboang
Manna luranna
Pimping nulaerang jekne
Ada atau tidak ada mahar, doe’panai dan syarat lainnya yang dibawah oleh pihak laki-laki sama saja tidak ada nilainya. Apa boleh buat, demikian itulah kekuatan jodoh yang diatur oleh Allah Taala, Tuhan yang maha kuasa. Dia telah menjodohkan seorang pemuda yang tidak memiliki harta yang banyak dalam rupa kebun, serta uang untuk diberikan ke calon istrinya sebagai uang belanja atau doe’panai sebagai modal perkawinannya. Dia hanya mampu melantukan kelong-kelong tentang nasib dan jodohnya yang sampai hari ini kelong tersebut masih dapat kita nyanyikan seperti berikut ini:
Ampassaremo lattujo
Sura’ nikkamo anggassingi
Erokko tea
Surang jammeng jaki naung
Ampassaremo lattujo, jika sudah takdir, Sura’nikkamo anggassingi, karena kekuatan jodoh, Erokko tea, suka atau tidak suka, mau atau tidak, Surang jammeng jaki naung, pasti kita akan menikah. Manna luranna, apakah itu mahar/sunrang atau uang pesta/doe’panai, pimping nulaerang je’ne, diumpamakan seperti kayu (pimping) yang sangat ringan terbawa arus air.