Utang Pemerintah Diprediksi Tembus Rp10.000 Triliun

waktu baca 2 menit
Sri Mulyani Indrawati

Jakarta – Penerimaan pajak Indonesia mengalami kemerosotan tajam pada awal tahun 2025, dengan penurunan hingga 41,8 persen secara tahunan (year-on-year) pada Januari. Anjloknya penerimaan negara ini berpotensi memicu lonjakan utang pemerintah yang diperkirakan menembus Rp10.000 triliun hingga akhir tahun.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyoroti bahwa penurunan drastis penerimaan pajak akan berdampak signifikan terhadap defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika tidak segera diatasi, defisit APBN berpotensi melebihi batas 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang berisiko memperburuk kondisi fiskal negara.

“Kami mendesak Sri Mulyani, Wakil Menteri Keuangan, serta Dirjen Pajak untuk mundur karena gagal menjalankan mandat disiplin fiskal tanpa rencana jelas. Mereka tidak berani melakukan terobosan pajak dan justru merusak sistem perpajakan yang ada melalui buruknya implementasi Coretax,” ujar Bhima dalam keterangannya, Jumat (14/3).

Utang Pemerintah Diprediksi Tembus Rp10.000 Triliun

Bhima memperingatkan bahwa utang pemerintah berpotensi melonjak tajam jika tren penurunan penerimaan pajak berlanjut.

“Bayangkan jika Januari saja utangnya naik 43,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, maka akhir 2025 diperkirakan utang pemerintah bisa mencapai Rp10.000 triliun,” ungkapnya.

Dampak dari lonjakan utang ini diprediksi akan memicu peningkatan tajam pada beban bunga utang di tahun mendatang, menciptakan fenomena overhang utang yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Bhima juga mengingatkan potensi crowding out effect, di mana sektor swasta kesulitan mendapatkan pendanaan karena pemerintah semakin agresif menarik utang.

Coretax dan Krisis Kepercayaan Investor

Menurut Bhima, krisis perpajakan ini dipicu oleh implementasi sistem digitalisasi pajak terbaru, Coretax, yang dinilai justru merusak stabilitas fiskal. Kesalahan dalam penerapan sistem ini berdampak pada penurunan efisiensi pemungutan pajak, membuat target penerimaan negara sulit tercapai.

Lebih jauh, ia juga memperingatkan bahwa kondisi fiskal yang memburuk berisiko menurunkan peringkat surat utang pemerintah akibat hilangnya kepercayaan investor.

“Rating surat utang pemerintah juga diperkirakan akan mengalami evaluasi, yang bisa membuat biaya pinjaman negara semakin mahal,” tambahnya.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani menanggapi polemik ini dengan meminta agar situasi tidak didramatisasi. Ia menegaskan bahwa pemerintah masih memiliki strategi untuk menjaga stabilitas fiskal, meskipun tekanan terhadap keuangan negara semakin berat.

Dengan kondisi ekonomi yang penuh tantangan, pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk memperbaiki penerimaan pajak dan mengendalikan laju utang agar tidak semakin membebani perekonomian nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *