Tantangan Perkawinan di Masa Lalu

waktu baca 9 menit
Ilustrasi.

bukabaca.id – Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar, Andi Mahmud dari komisi 1 menuliskan tantangan perkawinan di masa lalu. Artikel ini murni dari hasil pemikiran penulis dan menggambarkan kisah pernikahan jaman dulu.

Battuma rate ribulang
Akkuta’nang ribintoeng
Iya kananna
Bonting lompo juako sallang

Di masa lalu, orang yang pacaran tidak sama dengan gaya pacaran masa kini. Orang tua memegagang peranan penting dalam proses kisah cinta anak-anaknya, terutama anak perempuan. Ibarata burung, anak perempuan di masa lalu adalah burung di dalam sangkar. Yang hanya boleh terbang kalau diizinkan oleh kedua orang tuanya. 

Dalam proses tumbuh berkembangnya anak-anak itu, setelah dewasa biasanya mereka akan membuka lembaran baru, hubungan cinta kasih tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Dalam masa-masa itulah tumbuh benih rasa cinta, proses terjadinya hubungan diantara keduanya akhirnya tumbuh dan terus mekar menjadi kisah cinta. Tantangan serta hambatan yang datang kemudian adalah bagaimama melanjutkan percintaan mereka ke jenjang perkawinan.

Tahapan yang begitu sulit, dimana untuk memberitahukan hubungan kepada orang tuanya saja adalah hal yang paling rumit dengan beberapa tantangan yang hampir pasti dihadapi, diantaranya, apakah orang tuanya akan merestui hubungan mereka? Apalagi kalau sang kekasih bukan dari golongan keluarga yang sederajat, yang kedua, jika hal ini dipandang dari sisi laki-laki, apakah mampu menyiapkan sunrang/mahar bagi kekasihnya dimana dia termasuk golongan yang tidak mampu? Tantangan berikutnya adalah passijodoang, jangan sampai orang tua dari pihak laki-laki ataupun orang tua dari pihak perempuan telah mempunyai niat untuk menikahkan mereka dengan calon dari pilihan orang tua masing-masing, jika hal ini benar adanya, maka inilah tantangan terberat yang akan dihadapi oleh mereka yang berpacaran di masa lalu.

Banyak kelong-kelong yang menceritakan tentang tantangan pacaran di masa lalu yang memberikan kepada kita hari ini informasi terkait kisah-kisah cinta di masa lalu yang akhirnya kandas disebabkan oleh begitu banyak tantangan yang dihadapi, kelong berikut salah satu diantaranya:

Bulaeng boja rapannu
Intan boja simpolenu
Andaki tenta
Andaki assalambira

Kelong atau nyanyian diatas memberikan informasi kepada kita hari ini, bahwa proses pernikahan di masa lalu ada aturan dan adat yang harus diikuti. Tidak mudah untuk melaksanakan perkawinan jika bukan dari sesama bulaeng atau hanya emas yang bisa melangsungkan perkawinan dengan sesamanya emas, begitu pula dengan intan, akan mendapati calon jodohnya dari sesamanya intan supaya pernikahan yang terjadi bisa dan selalu dapat diseimbangkan.

Hal ini terjadi sebagai aturan yang tidak tertulis di masa itu, yang jika bukan sepadannya akan berakhir pada penolakan dibarengi siri’ (malu). Kecuali jika pernikahan itu dilalui proses assilariang.

Kelong berikut kembali memberikan informasi kepada generasi sekarang bahwa di masa lalu tidak mudah untuk mendapatkan gadis yang diinginkan, karena tidak semua gadis bisa didapatkan jiwa dan raganya, pikiran dan hatinya, karena kebanyakan para gadis remaja sangat patuh dan taat kepada orang tua mereka.

Pangngainnapa ammakku
Panjo’jo’napa bijangku
Ampama jammeng
Ri ana’ to sunggunni

Pangngainnapa ammakku, jika ibuku mengizinkan, panjo’jo’napa bijangku, dan direstui oleh keluargaku, ampama jammeng, saya akan menikah, ri ana’ to sunggunni, dengan seorang anak dari keluarga yang mampu.

Si gadis yang menyanyikan kelong-kelong diatas adalah contoh seorang anak gadis yang rela dan ikhlas untuk dijodohkan dengan seorang laki-laki yang diinginkan oleh ibunya dan disukai oleh keluarganya. Tentu pihak orang tua ingin agar anak gadisnya mendapatkan pemuda dari latar belakang keluarga yang mampu, agar kelak setelah berkeluarga mendapatkan kehidupan yang layak dan bahagia.

Konni-konni to sunggunni
Nalajanjang maki tuna
Lataro jaki
Nalaboja sinrapanna

Usaha mendapatkan kehidupan yang mapan dalam mencari pendamping hidup digambarkan dengan sangat jelas dalam kelong diatas, konni-konni to sunggunni, saat ini orang yang kehidupannya mapan dan bahagia, nalajanjang maki tuna, seandainya dia melihat seseorang yang kurang mampu/miskin, lataro jaki, akan diabaikannya, nalaboja sinrapanna, kemudiaan pergi mencari pasangan yang sesuai dengannya.

Apakah kelong ini perlambang dari cinta materi? Hal ini dapat dijelaskan bahwa dimasa lalu golongan dari orang-orang yang mampu akan mencari calon istri/suami dari sesama mereka, kelong diatas juga menyampaikan informasi bahwa golongan orang yang mampu secara materi tidak mencari calon istri/suami dari kalangan yang tidak mampu secara materi/miskin.

Mate pattajammu pagahe
Juru tulisi’na cama’
Lahako jammeng
Tulalungang ceregenna

Dalam kasus tertentu, banyak diantara para gadis ingin memiliki calon suami yang mempunyai kehidupan yang sudah mapan seperti misalnya kelong diatas menggambarkan sorang gadis yang menginginkan suami seorang pegawai kantor (ASN, istilah sekarang ini), padahal banyak pemuda lain yang menyukainya, tetapi dimata si gadis pemuda itu bukan impiannya, bukan juga harapannya. Diakhir cerita, pemuda ini kemudian bernyanyi dengan kelong diatas, bahwa ternyata apa yang diharapkan oleh gadis tadi tidak menjadi kenyataan, diapun akhirnya mendapatkan suami pemabuk (tulalungang ceregenna).

Dalam beberapa kasus ditemukan juga bahwa pihak keluarga perempuan sudah memberikan izin kepada pihak laki-laki untuk datang melamar anak gadisnya, namun setelah menunggu beberapa lama pihak dari keluarga laki-laki tidak kunjung datang melamar. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan dari pihak perempuan, apakah mereka tidak menginginkan anaknya untuk menjadi menantu atau mungkin ada alasan lain yang menjadi sebab belum ada lamaran kepada anak gadisnya? berikut rekaman kelong dari masa lalu yang memberikan gambaran tentang situasi diatas?

Passiringang sallo tajang
Benteng sallo ngantalai
Na tola’ baung
Gele geo’ ri tampa’na

Sangat indah untaian kelong diatas yang menggambarkan dengan sempurna situasi pihak perempuan dan situasi dari pihak laki-laki. Na tola’ baung, sebagai perumpamaan dari pihak laki-laki, gele geo’ ri tampa’na, belum melakukan persiapan untuk pergi melamar pihak perempuan. Kenapa sampai hal ini terjadi? Beberapa alasan yang mungkin antara lain mahar/sunrang yang disiapkan, uang belanja atau uang panai dan persiapan pesta lainnya.

Bagaimama dengan sunrang? Adat mengatur bahwa sunrang itu dari berbagai jenis, tergantung dari apa kesepakatan antara pihak laki-laki dan pihak perempuan, tetapi yang umum digunakan adalah dalam rupa pepohonan, utamanya pohon kelapa sebanyak 88 pohon. Terkait urusan uang belanja atau doe’ panai ditentukan oleh kesepakatan masing-masing. Sama halnya dengan persiapan pesta lainnya.

Jika sedikit kemampuan yang dimiliki oleh pihak laki-laki, tetapi perkawinan ini harus dilaksanakan karena sudah terlanjur siri’ misalnya, maka bentuk mahar/sunrang dan doe’ panai atau uang belanja diserahkan apa adanya sesuai kemampuan dari pihak laki-laki. Kondisi ini juga digambarkan dalam kelong-kelong seperti berikut:

Lepa-lepa batang bito
Sombala taha tiboang
Manna luranna
Pimping nulaerang jekne

Ada atau tidak ada mahar, doe’panai dan syarat lainnya yang dibawah oleh pihak laki-laki sama saja tidak ada nilainya. Apa boleh buat, demikian itulah kekuatan jodoh yang diatur oleh Allah Taala, Tuhan yang maha kuasa. Dia telah menjodohkan seorang pemuda yang tidak memiliki harta yang banyak dalam rupa kebun, serta uang untuk diberikan ke calon istrinya sebagai uang belanja atau doe’panai sebagai modal perkawinannya. Dia hanya mampu melantukan kelong-kelong tentang nasib dan jodohnya yang sampai hari ini kelong tersebut masih dapat kita nyanyikan seperti berikut ini:

Ampassaremo lattujo
Sura’ nikkamo anggassingi
Erokko tea
Surang jammeng jaki naung

Ampassaremo lattujo, jika sudah takdir, Sura’nikkamo anggassingi, karena kekuatan jodoh, Erokko tea, suka atau tidak suka, mau atau tidak, Surang jammeng jaki naung, pasti kita akan menikah. Manna luranna, apakah itu mahar/sunrang atau uang pesta/doe’panai, pimping nulaerang je’ne, diumpamakan seperti kayu (pimping) yang sangat ringan terbawa arus air.

Dalam beberapa kasus, ditemukan juga bahwa gagalnya pernikahan di masa lalu disebabkan oleh tingginya nilai mahar bersama doe’panai yang diminta oleh pihak perempuan. Sebenarnya permintaan doe’ panai dan mahar yang besar itu adalah suatu pertanda bahwa sebenarnya pihak perempuan tidak menghendaki pernikahan itu sampai terjadi. Salah satu cara adalah dengan meminta mahar dan doe’panai yang kira-kira tidak akan disanggupi oleh pihak laki-laki.

Kodong pakkodong-kodongba
Kodong pangera tambana
Na anne nakke
Tide’ laku pattambaang

Kelong diatas adalah siatuasi tawar menawar, apakah itu mahar, doe’ panai atau syarat lainnya agar proses menuju pelamaran dapat dilaksanakan.  Tawar menawar biasanya dilaksanakan dalam pertemuan awal dimana pihak laki-laki secara adat bertamu ke rumah pihak perempuan untuk menyampaikan kata pengantar lamaran. Setelah ada titik temu yang disepakati barulah kemudian kedua belah pihak menentukan hari lamaran resmi untuk kemudian menentukan tanggal perkawinan.

Keluarga dari pihak laki-laki, yang dimintai doe’ panai bersama mahar hanya mampu menjawab lewat kelong-kelong, seperti kelong diatas, kodong pakkodong-kodongba, sampai minta maaf atas ketidakmampuan kami memenuhi permintaan keluarga perempuan, kodong pangera tambana, tetapi pihak perempuan tetap meminta tambahan uang pesta/doe’panai bersama sunrang/mahar, na anne nakke, sementara kami dari pihak laki-laki tidak memiliki kemampuan lagi untuk menyanggupi permintaan itu karena, tide’ laku pattambaang, tidak ada lagi harta yang kami miliki untuk memenuhinya.

Demikian itu cerita dari masa lalu, dimana peristiwa diatas masih bisa ditemukan sampai hari ini. Dimana salah satu penyebab gagalnya pernikahan karena besarnya mahar/sunrang dan juga besarnya permintaan dari pihak si gadis terkait dengan uang pesta/doe’ panai.

Dari pihak laki-laki yang tidak lagi sanggup untuk memenuhi permintaan dari keluarga pihak perempuan, tentu akan menyampaikan informasi tersebut kepada anak laki-lakinya bahwa demikian itulah hasil pembicaraan sesama keluarga dimana pada akhirnya kami (orang tua bersama keluarga lainnya) telah berkesimpulan untuk membatalkan rencana pernikahanmu.

Sebagai laki-laki yang memahami kondisi rumah tangga keluarganya hanya bisa pasrah dan berdoa bahwa peristiwa yang menimpanya hari ini adalah bagian dari cobaan hidup, bahwa jodoh, umur, dan rezeki sudah diatur oleh Allah Taala, Tuhan yang maha kuasa.

Diapun kemudian mendatangi kekasihnya dan menyampaikan permintaan maaf, bahwa hubungan mereka harus berakhir disini. Diapun kemudian pamit dengan menitipkan sebuah kelong yang sangat indah sebagai berikut:

Battuma rate ribulang
Akkuta’nang ribintoeng
Iya kananna
Bonting lompo juako sallang

Battuma rate ri bulang, saya terbang ke bulan di angkasa raya, akkuta’nang ri bintoeng, bertanya kepada bintang-bintang, iya kananna, bulan dan bintang menyampaikan jawaban kepadaku tentangmu, bonting lompo juako sallang, bahwa di masa depan kamu akan melangsungkan pesta besar dengan seorang laki-laki yang menjadi jodohmu.

Ada baiknya kalau kelong-kelong diatas
Kita ulang kembali, agar mudah diingat
Sebagai bagian dari kisah cinta
Di masa lalu…

Masa lalu…
Adalah masa-masa indah
Dimana dulu orang berpacaran
Dapat menikmati kebahagiaan diantara mereka
Walaupun itu hanya lewat selembar surat
namanya SURAT CINTA..

Bulaeng boja rapannu
Intan boja simpolenu
Andaki tenta
Andaki assalambira

    Passiringang sallo tajang
    Benteng sallo ngantalai
     Na tola’ baung
    Gele geo’ ri tampa’na

Lepa-lepa batang bito
Sombala taha tiboang
Manna luranna
Pimping nulaerang jekne

     Battuma rate ribulang
     Akkuta’nang ribintoeng
     Iya kananna
     Bonting lompo juako sallang

REMBULAN MALAM
Penulis: Andi Mahmud

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *